Tiga hakim MK menyampaikan dissenting opinion pada putusan PHPU. Ketiga hakim tersebut adalah Saldi Isra, Enny Nurbainingsih, dan Arief Hidayat.
Pemerhati sosial politik, Jhon Sitorus, menyampaikan terimakasih dan hormat setinggi-tingginya kepada integritas 3 hakim MK yang menurutnya berani dan tidak takut pada intimidasi kekuasaan.
"Ini sekaligus PERTAMA KALI dalam sejarah sengketa pilpres, ada Disenting Opinion. Pemilu 2004, 2009, 2014 dan 2019 tidak ada dissetting opinion," tulisnya dikutip dari akun pribadinya di X, Selasa (23/4/2024).
Pegiat media sosial ini juga membeberkan pernyataan ketiga hakim tersebut. Seperti Prof Saldi Isra mengakui dan menyatakan secara jujur, terjadi ketidaknetralan PJ kepala daerah, politisasi bansos, hingga MK yang harusnya memerintahkan pemungutan suara ulang.
Prof Enny Nurbainingsih dalam dissenting opinionnya mengatakan pemberian bansos oleh presiden menjelang pemilu berdampak pada peserta pemilihan karena adanya ketidaksetaraan. Sebagian permohonan Ganjar-Mahfud "beralasan hukum" untuk sebagian.
Prof Arief Hidayat menyatakan mengabulkan gugatan yang diajukan tim AMIN dan tim Ganjar-Mahfud untuk sebagian. Arief menilai, seharusnya dilakukan pemilihan ulang di beberapa daerah yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara.
"Dengan dissenting opinion 3 hakim MK ini, artinya posisi Prabowo-Gibran tidak 100% halal atau tidak sah secara etika dan moral meskipun keputusan hukum sudah sah dengan suara mayoritas dari seluruh anggota hakim MK," urainya.
Ke depan, lanjut Jhon Sitorus, Indonesia akan dipimpin oleh presiden yang cacat konstitusi. Dia berharap semoga kebijakan-kebijakan Prabowo-Gibran tidak cacat. Walau sebenarnya, kata dia, kekuasan yang cacat konstitusi akan menghasilkan kebijakan yang cacat konstitusi juga.
"Selamat kepada Prabowo-Gibran, penguasa pertama yang CACAT KONSTITUSI dalam sejarah Republik Indonesia," tutup Jhon Sitorus. (sam/fajar)