Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Pembusukan Demokrasi Lewat Dewan Aglomerasi

 

Bau-bau kesejahteraan demokrasi di negeri ini semakin tercium. Tentu ini bukan bau yang sedap, karena namanya juga kebusukan. Dalam sistem pemerintahan, demokrasi itu menjadi lawan dari meritokrasi. Maka ketika yang dibangun adalah prinsip-prinsip antidemokrasi, dan di sisi lain semangat meritokrasi justru dipinggirkan, demokrasi di Republik ini sesungguhnya sedang menuju awan gelap.

Kegelapan masa depan demokrasi seperti itulah yang kini menimpa banyak orang setelah melihat serangkaian manuver elite penguasa yang tanpa sungkan dan malu membangun fondasi yang mengabaikan meritokrasi. Prinsip antimeritokrasi yang seharusnya sudah terkubur di dalam-dalam sejak gerakan reformasi membenamkannya, kini malah coba dibangkitkan lagi.

Setelah tercium sangat jelas pada perhelatan Pilpres 2024, aroma meluasnya demokrasi kembali terasa di Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta ( RUU DKJ ) yang akan dibahas para wakil rakyat di DPR. Ada potensi besar yang mengganggu demokrasi dan meritokrasi jika kita mencermati betul isi Pasal 55 RUU DKJ yang mengamanatkan pembentukan Dewan Kawasan Aglomerasi seusai Jakarta tidak lagi menyandang status Ibu Kota Negara.

Pokok yang terjadi adalah diyakini bahwa dewan aglomerasi itu akan dipimpin oleh wakil presiden. Di sinilah letak potensi yang menabrak keahlian, mengangkangi prinsip-prinsip meritokrasi.

Jika beleid itu disetujui dan kemudian RUU DKJ disahkan menjadi undang-undang, sangat mungkin wapreslah yang akan menjadi pemimpin sekaligus penanggung jawab Dewan Kawasan Aglomerasi. Wajar bila membaca publik sebagai sesuatu yang sudah dipersiapkan, sudah didesain untuk memberikan peran strategis kepada wapres baru yang sesungguhnya.

Kiranya benar belaka cerminan peneliti senior Pusat Riset Politik BRIN Lili Romli yang menyebut bahwa posisi dewan aglomerasi itu hanya akal-akalan mengisi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) wapres untuk ikut serta dalam urusan kepentingan daerah.

Apalagi kalau pasal lain di RUU DKJ yang mengatur bahwa Gubernur Jakarta akan ditunjuk langsung oleh presiden juga disetujui, makin tampaklah desain besar yang sedang dipersiapkan penguasa untuk mengontrol penuh calon wilayah mantan ibu kota itu.

Dari perspektif lain, keterlibatan pusat melalui wapres untuk menggalang kepentingan wilayah/daerah juga bertolak belakang dengan prinsip otonomi daerah dan desentralisasi. Padahal prinsip-prinsip itu juga merupakan amanat reformasi yang selayaknya kita jaga bersama.

Jadi, sebenarnya tidak ada poin positif dari aturan yang ingin dibentuknya Dewan Kawasan Aglomerasi hanya untuk memberikan peran kepada wapres.

Sudah melanggar prinsip otonomi dan desentralisasi, bila dibiarkan, akan semakin rusaklah tatanan demokrasi dan negara kita.

Sumber Berita / Artikel Asli : metro tv

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved