Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak bisa jadi Ketua Umum Golkar karena terhalang AD/ART, ini calon-calon Ketua Umum partai berlambang pohon beringin itu.
Isu Jokowi bakal maju dalam kontestasi pemilihan Ketua Umum Golkar masih bergulir.
Namun, kemungkinan Jokowi menjadi Ketua Umum Golkar tahun ini, dianggap sulit.
Pasalnya Jokowi terbentur aturan AD/ART Partai Golkar.
Aturan partai mensyaratkan calon ketua umum harus pernah menjadi pengurus partai minimal 5 tahun.
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Golkar Melchias Markus Mekeng menegaskan Jokowi belum bisa menjadi ketua umum Partai Golkar pada tahun ini.
Pasalnya, berdasarkan aturan dalam AD/ART, orang-orang yang maju menjadi calon Ketum Partai Golkar harus memiliki pengalaman minimal 5 tahun sebagai pengurus.
Adapun Golkar akan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) untuk pergantian ketum pada Desember 2024 mendatang.
"Ya kalau mengikuti aturan itu, belum mungkin (Jokowi jadi Ketum Golkar)," ujar Mekeng saat dihubungi, Minggu (10/3/2024).
Mekeng menjelaskan, untuk Jokowi maju sebagai calon Ketum Golkar, dia harus memenuhi persyaratan administratif yang ada.
Tanpa melalui aturan di AD/ART, kata dia, maka Jokowi tidak bisa maju.
"Minimal 5 tahun harus jadi pengurus," ucapnya.
Mekeng lantas mengungkit Jusuf Kalla (JK) yang hampir terganjal maju sebagai Ketum Golkar pada 2004 silam.
Ternyata, JK pernah menjadi pengurus di DPD Golkar Sulawesi Selatan (Sulsel), sehingga bisa maju menjadi calon ketum.
"Makanya dulu waktu Pak JK mau maju 2004 kan hampir terganjal waktu itu. Ternyata beliau pernah menjadi pengurus di DPD Sulsel, dan itu ada buktinya. Baru dia bisa jadi calon," jelas Mekeng.
Meski begitu, Mekeng menyebut persyaratan harus menjadi pengurus selama 5 tahun itu bisa diubah.
Untuk mengubah AD/ART, harus diadakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) terlebih dahulu.
Mekeng mengatakan Munaslub Golkar hanya bisa dilaksanakan jika ada urgensi.
"Atau persyaratan itu diubah di Munaslub, AD/ART-nya. Ya itu bisa juga. Tapi untuk mengadakan Munaslub harus ada urgensinya. Kenapa Munaslub? Enggak bisa cuma karena misalnya mau ubah ini kita Munaslub," imbuhnya.
Calon-calon Ketua Umum Golkar
Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar direncanakan digelar pada Desember 2024, tetapi gaungnya sudah menarik perhatian.
Sebagai salah satu partai tertua yang sampai saat ini masih aktif dalam politik Indonesia, sepak terjang Golkar menjadi perhatian.
Apalagi saat ini perolehan suara partai berlambang pohon beringin itu berada pada posisi kedua di bawah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Munas juga bakal menentukan siapa kader yang bakal terpilih memimpin partai identik dengan warna kuning itu.
Di sisi lain, belakangan muncul isu tentang prediksi manuver politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disebut-sebut bakal merapat ke Partai Golkar.
Penyebabnya adalah hubungan antara Jokowi dan PDI-P saat ini dianggap sudah terlanjur memburuk akibat persaingan pada Pemilu dan pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Status Jokowi sampai ini di PDI-P juga belum jelas.
Di sisi lain, Jokowi dan PDI-P terlibat rivalitas dalam Pilpres.
Jokowi membiarkan anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden mendampingi calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto.
Sedangkan PDI-P dan koalisinya mengusung capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo memprediksi ada 4 kandidat yang berpeluang masuk dalam bursa ketua umum.
"Ada Pak Airlangga (Airlangga Hartarto), kemudian ada Pak Agus Gumiwang, kemudian ada Pak Bahlil, dan ada saya hahaha," kata lelaki disapa Bamsoet itu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Berikut ini profil singkat 4 tokoh yang diprediksi akan berebut kursi Ketum Partai Golkar.
1. Bambang Soesatyo
Bambang adalah seorang mantan jurnalis dan pebisnis yang terjun ke politik melalui Partai Golkar.
Lelaki kelahiran 10 September 1962 itu adalah lulusan Sekolah Tinggi Ekonomi Indonesia, Jakarta, IM Newport Indonesia, Amerika Serikat.
Dia pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi majalah Info Bisnis pada usia 29 tahun.
Bambang bergabung dengan Partai Golkar sejak 1980 melalui organisasi sayap Angkatan Muda Pembaharu Indonesia (AMPI).
Karier politiknya menanjak setelah terpilih menjadi anggota DPR pada 2009.
Pada saat itu dia menjadi anggota panitia khusus kemelut dana talangan Bank Century.
Dia juga menjadi salah satu anggota DPR yang mengusung hak angket Bank Century kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Bamsoet juga pernah menjabat Bendahara Umum DPP Partai Golkar pada 2015 sampai 2016.
Dia juga pernah menjabat sebagai Ketua DPR pada 2018 sampai 2019, menggantikan Setya Novanto yang terlibat kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Kini Bamsoet menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2019-2024.
2. Airlangga Hartarto
Airlangga Hartarto saat ini menjabat Ketua Umum Partai Golkar periode 2019-2024.
Dia juga menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.
Airlangga merupakan anak mantan menteri kabinet era Orde Baru, Hartarto Sastrosoenarto.
Ibunya, R Hartini Soekardi, adalah anak dari Didi Soekardi yang merupakan pejuang kemerdekaan masa revolusi.
Dia adalah lulusan Teknik Mesin dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1987.
Setelah itu dia melanjutkan pendidikan ke Amerika Serikat dan Australia.
Usai merampungkan studi, Airlangga terjun ke dunia bisnis dan sempat menduduki posisi tinggi di sejumlah perusahaan swasta.
Dia mulai menjajaki dunia politik pada 2003 dengan bergabung ke Partai Golkar.
Dia pernah menjabat sebagai Wakil Bendahara DPP Partai Golkar pada 2004 sampai 2009.
Pada saat yang bersamaan, Airlangga lolos menjadi anggota DPR periode 2004-2009 dan 2009-2014.
Airlangga kembali terpilih menjadi anggota DPR periode 2014 sampai 2019, tetapi tidak diselesaikan karena diminta Presiden Jokowi untuk menjabat Menteri Perindustrian periode 2016-2019.
Dia kemudian terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar pada 13 Desember 2017.
Setelah itu, Airlangga kembali terpilih menjadi Ketum Partai Golkar periode 2019-2024 melalui Musyawarah Nasional dengan 559 suara.
3. Agus Gumiwang Kartasasmita
Agus Gumiwang Kartasasmita adalah adalah Menteri Perindustrian dalam Kabinet Indonesia Maju periode 2019—2024.
Dia merupakan anak kedua dari mantan menteri pada masa Orde Baru, Ginandjar Kartasasmita.
Dia menyelesaikan pendidikan sarjana di Pacific Western University, Amerika Serikat.
Setelah itu dia melanjutkan pendidikan magister dan doktor di Universitas Pasundan, Bandung, serta Program Studi Ilmu pemerintahan Universitas Padjadjaran, Jawa Barat.
Agus memulai karier politik dengan menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mewakili Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) pada 1997 sampai 1999.
Dia kemudian bergabung dengan gerakan milenial (GEMA) Partai Golkar pada 2004-2009.
Setelah itu Agus lolos menjadi anggota DPR dari Partai Golkar pada Pemilu 2009.
Agus lalu dilantik menjadi Menteri Sosial pada 24 Agustus 2018.
Saat itu dia menggantikan Idrus Marham yang terlibat kasus suap PLTU.
Presiden Jokowi melantik Agus menjadi Menteri Perindustrian pada 23 Oktober 2019.
Dia juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Golkar.
4. Bahlil Lahadalia
Bahlil merupakan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di kabinet Indonesia Maju 2019-2024.
Lelaki kelahiran Maluku itu pernah menjadi sopir angkot pada masa SMA.
Dia kemudian merantau ke Jayapura buat kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Port Numbay.
Saat itu dia aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sampai pernah menjabat Bendahara Umum Pengurus Besar HMI.
Usai kuliah, Bahlil memulai bisnis. Dia kemudian terpilih sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) periode 2015-2019.
Bahlil pernah aktif menjadi kader Partai Golkar, tetapi mengundurkan diri pada 2009.
Saat ini dia tidak berafiliasi dengan partai politik manapun.
Dia mempunyai beragam bisnis yang berada di bawah naungan PT Rifa Capital Holding.
Bahlil kemudian terlibat dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019.
Setelah itu, Jokowi mengangkat Bahlil sebagai Kepala BKPM pada 23 Oktober 2019. (*)