Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Kronologi Munculnya Wacana Pemakzulan Jokowi

Isu pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo alias Jokowi kembali mencuat.

Kabar itu muncul setelah sejumlah tokoh dan masyarakat sipil yang menamakan diri sebagai Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat mendatangi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud Md.

Mereka meminta Mahfud memakzulkan Jokowi sebelum Pemilu 2024 dalam pertemuan di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, pada Selasa 9 Januari 2024 itu.

“Ada juga mereka minta pemakzulan Pak Jokowi, minta Pemilu tanpa Pak Jokowi,” kata Mahfud MD.

Mahfud mengatakan, setidaknya ada 22 orang yang mendatanginya untuk menyampaikan aspirasi tersebut.

Di antara mereka adalah Faizal Assegaf, Marwan Batubara, dan Letnan Jenderal TNI Marsekal Purn Suharto.

Adapun tuntutan itu buntut dari dugaan pelanggaran konstitusional yang dilakukan Jokowi. Di antaranya adalah nepotisme dalam Mahkamah Konstitusi (MK) dan intervensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain perihal pemakzulan, kedatangan kelompok Petisi 100 ke Kantor Mahfud MD ini juga untuk melaporkan dugaan kecurangan Pemilu 2024.

Untuk diketahui, wacana tentang pemakzulan terhadap Presiden Jokowi telah muncul sejak Oktober 2023.

Saat itu, politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera yang pertama kali membuka opsi penurunan jabatan kepala negara tersebut.

Opsi ini berawal dari kabar mengenai Jokowi yang saat itu mendorong putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai calon wakil presiden, mendampingi Prabowo Subianto.

Mardani pun menilai bahwa wacana pemakzulan bisa dibuka apabila campur tangan Jokowi dalam Pilpres 2024 tersebut terbukti.

“Kalau jadi dan faktanya verified, pemakzulan bisa menjadi salah satu opsi,” kata Mardani saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 31 Oktober 2023.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana juga pernah mengirimkan surat terbuka kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tentang saran untuk memakai hak angket guna memulai proses pemakzulan atau impeachment kepada Presiden Joko Widodo.

Langkah ini dilakukan Denny sebagai salah satu buntut dari pernyataan Jokowi yang mau campur tangan dalam konteks Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Menurut Denny, cawe-cawe yang dilakukan Jokowi menjelang pilpres itu masuk dalam pelanggaran konstitusi.

Melalui akun Twitternya, Denny Indrayana juga turut menyampaikan tiga dugaan pelanggaran konstitusi yang dilakukan Jokowi sehingga meminta DPR memulai pemakzulan.

“Sebagai bukti awal, saya tuliskan kesaksian seorang Tokoh Bangsa, yang pernah menjadi wakil presiden, bahwa Presiden Jokowi sedari awal memang mendesain hanya ada dua capres dalam Pilpres 2024, tanpa Anies Baswedan. Sebagai bukti awal, kesaksian tersebut tentu harus divalidasi kebenarannya,” tulis Denny di akun Twitter pribadinya @dennyindrayana, Rabu, 7 Juni 2023 lalu.

Pro-Kontra Publik

Isu penurunan jabatan kepala negara itu menimbulkan pro dan kontra. Sejumlah pejabat negara dan politikus pun ikut buka suara mengenai wacana tersebut.

Salah satunya adalah Menko Polhukam, Mahfud MD, yang mengatakan bahwa upaya itu mustahil dilakukan karena mengingat pemakzulan memerlukan waktu lebih dari satu bulan.

“Pemilu sudah kurang 30 hari. (Pendakwaan) di tingkat DPR aja tidak bakal selesai untuk mencari sepertiga (anggota) DPR yang memakzulkan, belum lagi sidangnya (di MK),” kata Mahfud usai hadir pada forum ‘Tabrak Prof’ di STK Ngagel, Surabaya, Rabu malam.

Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana mengatakan isu mengenai pemakzulan Presiden Jokowi adalah mimpi politik.

Istana menerima kritik terhadap Presiden, namun mengingatkan ada pihak yang mengambil kesempatan menjelang Pemilu 2024.

Dalam negara demokrasi, kata Ari, menyampaikan pendapat, kritik atau bahkan mimpi-mimpi politik adalah sah-sah saja.

“Apalagi saat ini kita tengah memasuki tahun politik, pasti ada saja pihak-pihak yang mengambil kesempatan gunakan narasi pemakzulan presiden untuk kepentingan politik elektoral,” kata Ari saat dihubungi Tempo pada Jumat, 12 Januari 2024

Ketua DPR RI dan Wakil Ketua MPR RI Buka Suara

Ketua DPR RI Puan Maharani dan Wakil Ketua MPR RI Yandri Susanto ikut menanggapi mengenai wacana pemakzulan terhadap kepala negara tersebut.

Puan Maharani meminta agar semua pihak menjalani konstitusi sesuai aturan yang ada. Meski begitu, penyampaian aspirasi tetap diperbolehkan.

“Kita jalankan konstitusi sesuai dengan aturan yang ada. Aspirasi silakan disampaikan,” ujar Puan saat ditemui wartawan di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, seusai meresmikan GOR Bung Karno, Kamis, 11 Januari 2024.

Ketua DPP PDIP ini juga minta masyarakat tetap menjaga situasi demi terciptanya kedamaian menjelang Pemilu 2024. Dia mengingatkan semua aparat dan penegak hukum untuk netral.

“Kita tetap menjaga situasi menjelang Pemilu 2024 ini supaya damai. Kemudian terjaganya netralitas semua aparat dan penegak hukum,” kata dia.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI Yandri Susanto menegaskan sejauh ini belum ada satu alasan apa pun untuk memakzulkan Presiden Jokowi.

“Belum ada satu alasan apa pun untuk pemakzulan Jokowi. Negara kita masih berjalan dengan normal,” kata Yandri, Rabu, 10 Januari 2023.

Yandri, yang juga Wakil Ketua Umum PAN, mengatakan pendapatannya itu terbukti dari sejumlah survei yang menunjukkan angka kepuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi amat tinggi.

Menurutnya, lebih baik untuk mengikuti proses pemilu yang ada. Toh, kata dia, rakyat yang pada akhirnya akan menentukan.

“Yang paling fair ikuti saja proses pemilu biar rakyat yang menentukan,” katanya.

Pakar Hukum Sebut Pemakzulan Jokowi Memenuhi Syarat Konstitusi

Akademisi Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah memenuhi unsur konstitusi.

Feri menyebut presiden secara kasat mata terlibat dalam upaya pemenangan pasangan Prabowo Subianto dan putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka pada pemilihan presiden 2024.

“Seluruh konteks dan unsur-unsur pemakzulan sudah terpenuhi,” kata Feri kepada Tempo saat ditemui di Kawasan Pos Blok, Jakarta Pusat, Sabtu, 18 November 2024. Situasi itulah yang membuat Feri sulit berharap pemilihan umum (Pemilu) 2024 berjalan sesuai semangat konstitusi, yaitu Pemilu bersih dan mandiri.

Menurut Feri, keterlibatan aparat kepolisian, skandal bekas Ketua Mahkamah Konstitusi yang juga adik ipar Presiden Jokowi, pemanggilan para menteri, pembiaran kampanye di luar jadwal, dan pemanggilan pejabat daerah sudah bisa menjadi bukti konkret.

Selain itu, tindakan Presiden Jokowi yang mengatakan anaknya Gibran Rakabuming Raka tidak akan masuk politik, tetapi malah menjadi Wali Kota dan sekarang calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto bisa dijadikan bukti juga.

“Pilihannya keberanian politisi (di parlemen) menegakkan konstitusi dan berhadapan dengan rezim totalitarian Jokowi,” kata Feri.

Menurut Feri, pemakzulan presiden bisa diposisikan sebagai upaya politis. Feri mengutip dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2015 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada 79, 199, dan 200.

Adapun, pasal 200 berbunyi, “Hak Angket yang dimaksud dalam pasal 79 ayat (1) huruf b diusulkan paling sedikit 25 orang anggota DPR dan lebih satu 1 fraksi.”

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan ide pemakzulan terhadap Presiden Jokowi adalah upaya bagus.

“Peluang pemakzulan sangat layak dilanjutkan,” kata Bivitri kepada Tempo saat dihubungi, Kamis, 2 November 2023. “Dengan pengawasan yang sangat serius.”

Menurut Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Jentera itu, Dewan Perwakilan Rakyat bisa segera menggunakan hak angket dan interpelasi.

Hak itu dimiliki DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kendati demikian, upaya pemakzulan itu, menurut Bivitri, ada proses yang diatur dalam UU, terutama bukti yang konkret dan dinyatakan secara terbuka oleh presiden Jokowi sebagai alasan pemakzulan.

Dalam peluang ini, kata Bivitri, DPR bisa menggunakan alasan salah satunya seperti pernyataan presiden Jokowi yang menggunakan lembaga negara, seperti Badan Intelijen Negara untuk memantau partai-partai politik, seperti yang Jokowi katakan pada September lalu.

“Isunya harus riil, bisa dibuktikan, dan erat kaitannya dengan Jokowi sendiri sebagai presiden,” kata dia.

Sumber Berita / Artikel Asli : kumparan

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved