Amnesty Internasional angkat bicara terkait penolakan terhadap ratusan pengungsi Rohingya yang hendak mendarat di Aceh. Penolakan ini dilakukan oleh warga Bireun Aceh terhadap 249 pengungsi Rohingya pada Kamis 16 November 2023.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan bahwa respons kalangan tertentu yang menolak ratusan pengungsi Rohingya dan meminta pengembalian mereka ke negara asal adalah tindakan yang tidak bertanggungjawab. "Itu mencerminkan kemunduran besar keadaban Indonesia.
Padahal masyarakat sebelumnya menunjukkan kemurahan hati dan rasa peri kemanusiaan kepada pengungsi Rohingya," ucap Usman Hamid dalam keterangannya, Minggu (19/11/2023).
Menurutnya, tindakan tersebut termasuk dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Sebab, Usman menjelaskan, mereka (pengungsi) itu hendak mencari keselamatan hidup setelah berlayar penuh dengan perahu seadanya di laut yang berbahaya. “Banyaknya keluarga, termasuk bayi dan anak-anak kecil, yang berusaha mencari keselamatan dan perlindungan sungguh memilukan.
Mereka berada dalam bahaya ekstrem di laut dan saat ini membutuhkan penyelamatan segera. Indonesia wajib untuk menolong mereka," ungkapnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, kebijakan pengembalian mereka ke negara asal jelas melanggar non-refoulement principle, sendi dasar kehidupan bangsa-bangsa beradab. “Ratusan nyawa berada dalam bahaya.
Kami mendesak pemerintah pusat dan pemerintah Aceh untuk segera dan tanpa syarat menyelamatkan mereka, mengizinkan mereka turun dan selamat, menyediakan bantuan kemanusiaan, keselamatan dan tempat berlindung.
Mereka adalah saudara kita sesama manusia," jelas dia. Sementara itu, Koordinator KontraS Aceh, Azharul Husna, mengatakan, absennya pemerintah pusat dalam hal penanganan pengungsi Rohingya di Aceh amat disayangkan.
Mengingat bulan Oktober lalu Indonesia terpilih dengan suara terbanyak sebagai anggota Dewan HAM PBB. "Para pengungsi yang tiba di perairan kawasan Jangka, Bireuen, sebenarnya telah sempat mendarat di pantai.
Warga sekitar juga dikabarkan telah membantu para pengungsi dengan memberikannya makanan dan minuman sekadarnya," ujar Husna. Namun, kata dia, sangat disayangkan para pengungsi kemudian diminta kembali ke kapal.
"Padahal soal penemuan pengungsi telah diatur dalam Perpres 125/2016 terutama pasal 17 dan 18," ungkapnya. Perlu diketahui, pada tanggal 14 November, perahu berisi 194 pengungsi Rohingya berlabuh di Pidie, Aceh.
Menyusul kedatangan tersebut, keesokan harinya perahu berisi 147 pengungsi pun memasuki Pidie. Sumber lokal di tempat kejadian menyebutkan bahwa kedua perahu tersebut diterima dengan baik dan semua pengungsi saat ini berada di tempat penampungan.
Namun, pada pagi hari tanggal 16 November, perahu lain yang berisi sekitar 247 pengungsi mencoba turun di Bireun, Aceh.
Informasi dari sumber kredibel menyebut bahwa penduduk setempat memperbaiki kapal yang rusak itu dan menyediakan makanan bagi penumpangnya.
Namun, mereka ditolak dan mencoba masuk kembali ke perairan Aceh Utara pada sore hari, namun kembali menghadapi penolakan. Hingga hari ini, perahu tersebut masih terlihat terombang-ambing di lepas pantai Aceh Utara.