Siapapun yang mengatakan majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden cacat legitimasi, bisa dikenakan sanksi pidana.
Begitu dikatakan praktisi hukum Jandi Mukianto, menyikapi masih kencangnya perdebatan soal posisi Gibran Rakabuming Raka yang didaulat sebagai pendamping calon presiden Prabowo Subianto.
Kata Jandi, Gibran menjadi cawapres setelah ada putusan dari Mahkamah Konstitusi. Di mana, sifat putusan MK adalah final dan mengikat bagi seluruh warga negara Indonesia.
"Sanksi pidana tersebut tidak hanya cukup dikenakan kepada pihak yang menyampaikannya kepada publik, tetapi juga kepada media yang menyebarkannya," ujar Jandi kepada wartawan, Selasa (14/11).
Dijelaskan Jandi, putusan Mahkamah Konstitusi memiliki pembukaan "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Sehingga, bagi pihak-pihak yang mendelegitimasi keputusan tersebut, termasuk pernyataan yang menyesatkan publik.
"Karena keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut sudah menjadi kewenangannya berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945," terangnya.
"Hal tersebut juga dikuatkan dalam Penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU 8/2011 yang menyebutkan bahwa putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh," imbuhnya menekankan.
Terpenting, lanjutnya, keputusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi RI bersifat kolektif kolegial. Kalaupun ada sanksi terhadap Ketua MK Anwar Usman oleh Mahkamah Kehormatan MK, maka hal itu tidak mengugurkan putusan.
"Jadi ini jelas bahwa pihak-pihak yang menyatakan bahwa pasangan Prabowo-Gibran adalah cacat hukum itu sudah merupakan perbuatan yang dapat dipidana," tegasnya.
"Sangkaannya penghasutan maupun penyebaran berita bohong, juga perbuatan mereka tersebut justru melanggar asas demokrasi," tandasnya.