Sebuah studi penggalian arkeologi tahun lalu mengumumkan penemuan yang diklaim sebagai sumber kekayaan Nabi Sulaiman.
Diketahui bahwa Nabi Sulaiman yang memerintah sekitar 3.000 tahun yang lalu, berhasil memisahkan bijih tembaga dari batuan yang ditambang dari situs arkeologi Lembah Timna, Israel.
Nabi Sulaiman atau Salomo (bahasa Ibrani) adalah putra dari Nabi Daud. Dia merupakan seorang nabi dan raja ketiga Kerajaan Israel setelah Saul dan Daud, ayahnya.
Nabi Sulaiman juga dikenal sebagai pembangun Baitul Maqdis (istilah yang kerap digunakan untuk merujuk pada Masjid Al-Aqsha atau kota Yerusalem) pertama.
Para arkeolog mulai menggali sebuah situs kuno pada tahun 1964 di padang pasir yang terletak di Lembah Timna, Israel selatan.
Sejak itu, para peneliti menemukan jaringan terowongan yang telah dikerjakan oleh para budak di bawah kepemimpinan Raja Sulaiman yang dieksplorasi secara rahasia di Tambang Raja Sulaiman di Timna Park, Gurun Negev, Israel Selatan.
Dikutip dari Archytele, Selasa (14/11/2023) para arkeolog mencatat bahwa mereka mungkin telah menemukan sumber kekayaan paling legendarisnya.
Profesor Erez Ben-Yosef dari Tel Aviv University menyebutkan bahwa produksi tambang di situs tersebut berkembang pesat selama pemerintahan Raja Sulaiman 3.000 tahun yang lalu.
Tambang tersebut tidak mengandung emas atau perak, melainkan bijih tembaga. Sejumlah bukti tersebar di seluruh lokasi yang menunjukkan keberadaan produksi tembaga secara massal di masa lalu.
"Semua bahan ampas bijih hitam yang ditemukan merupakan limbah dari tungku. Ini adalah bukti yang sangat penting untuk produksi tembaga kuno di Timna," katanya.
Tembaga menjadi komoditas umum di zaman kuno karena merupakan salah satu logam yang paling dicari di Bumi. Pada zaman itu, tembaga justru menjadi logam yang paling berharga secara ekonomi.
"Tembaga, pada waktu tertentu dalam sejarah, adalah sumber daya ekonomi yang paling penting dan menjadi industri yang paling menguntungkan," kata Prof Ben-Yosef.
Dr Mohammad Najjar, dari Friends of Archaeology of Jordan, menjelaskan bahwa status logam tembaga saat itu mirip dengan minyak Bumi saat ini.
"Mirip seperti sekarang di mana manusia tidak bisa melakukan apa-apa tanpa minyak Bumi. Manusia zaman itu pun tak bisa melakukan apa-apa tanpa tembaga," ujarnya.
Tembaga menjadi titik balik radikal dalam sejarah manusia. Untuk pertama kalinya, orang mengekstrak logam dari batu dan mengubahnya menjadi alat dan senjata.
Dr Najjar menggambarkan momen itu sebagai 'lompatan kuantum' ketika manusia mulai memproduksi bahan mereka sendiri. Melalui proses peleburan, tembaga dipisahkan dari bijih alam di dalam batuan.
Bijih tembaga harus dipanaskan hingga 1.000 derajat celcius, dan untuk mencapai suhu tersebut, para pekerja harus terus menerus meniupkan api melalui pipa. Dibutuhkan berjam-jam untuk mendapatkan tembaga dalam bentuk murni