Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Sadikin Perantara Suap Korupsi BTS Rp 40 M ke BPK Ditangkap, Perantara Suap ke DPR RI Kapan?

Sadikin Perantara Suap Korupsi BTS Rp 40 M ke BPK Ditangkap, Perantara Suap ke DPR RI Kapan?

Intelijen Kejaksaan Agung Republik Indonesia berhasil menangkap seorang tersangka baru atas nama Sadikin Rusli (SR) dalam kasus korupsi proyek pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020-2022.

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi menyatakan Sadikin turut serta menerima uang hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Dia sebagai pihak yang turut serta melakukan kejahatan melakukan suap/gratifikasi/menerima uang hasil kejahatan TPPU," ujar Kuntadi saat dikonfirmasi, Minggu (15/10/2023).

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menyebut Sadikin diduga secara melawan hukum melakukan permufakatan jahat untuk melakukan penyuapan atau gratifikasi.

Dugaan suap atau gratifikasi yang menjerat Sadikin itu dari terdakwa yaitu Irwan Hermawan (IH) dan Windy Purnama (WP). "Sebesar kurang lebih Rp 40 miliar yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari tersangka IH, melalui tersangka WP," kata Ketut dalam keterangannya.

Dalam kasus ini, Sadikin disangkakan Pasal 15 atau Pasal 12B atau Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sadikin juga langsung ditahan usai ditetapkan tersangka pada hari ini. Ia ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.

Sadikin ditangkap intelijen kejagung RI 

Sebelumnya, nama Sadikin sempat terungkap di dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dari keterangan saksi mahkota dan terdakwa atas nama Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama. 

Dalam sidang ini, Windi menjadi saksi terdakwa mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate; Direktur Utama (Dirut) Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif; dan eks Tenaga Ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia (UI) Yohan Suryanto. 

Windy juga mengaku mendapat nomor telepon Sadikin dari eks Direktur Bakti Kominfo. "Nomor dari Pak Anang, seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh Pak Anang lewat Signal," kata Windi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).

"Berapa?" kata hakim Fahzal. Windi tidak langsung menjawab berapa nominal yang diserahkan ke Sadikin.

Namun, Windi menyampaikan bahwa ia bertanya kepada Anang uang Rp 40 miliar itu diperuntukan kepada siapa.

"Itu saya tanya ‘Untuk siapa, untuk BPK’ Yang Mulia," kata Windi menirukan komunikasinya dengan Anang.

"BPK atau PPK? Kalau PPK pejabat pembuat komitmen. Kalau BPK, Badan Pemeriksa Keuangan, yang mana?" kata hakim Fahzal menegaskan.

"Badan Pemeriksa Keuangan, Yang Mulia," kata Windi. 

Sosok Nistra Yohan dalam sidang korupsi BTS Komifo, Kapan Ditangkap?
Nistra Yohan disebut-sebut oleh saksi sebagai pertantara uang saweran ke Komisi I DPR RI. Nama tersebut terungkap setelah dua orang saksi mahkota kasus korupsi BTS Kominfo, Irwan Hermawan dan Windi Purnama mengungkapkan adanya aliran dana sebesar Rp70 miliar ke Komisi I DPR RI dan Rp 40 miliar ke BPK RI.

Hal tersebut diungkap Irwan dan Windi saat menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (26/10/2023) lalu.

Dalam persidangan, Irwan menungkapkan terdapat aliran duit korupsi BTS 4G Bakti Kominfo yang ditujukan kepada staf Anggota Komisi I DPR.

"Belakangan saya tahu dari pengacara saya beliau orang politik, staf salah satu anggota DPR RI," kata Irwan.

Sebelumnya, Hakim Ketua Fahzal Hendri menggali keterangan saksi Irwan Hermawan dan Windi Purnama terkait aliran duit korupsi BTS 4G Bakti Kominfo.

Menurut pengakuan Windi, dirinya menjalin kontak dengan seseorang bernama Nistra Yohan yang diduga staf salah seorang anggota DPR RI.

Hakim Fahzal lantas mengkonfrontir kesaksian Windi kepada saksi Irwan Hermawan.

"Tahu kamu pekerjaannya (Nistra) apa, Wan?"cecar Hakim Fahzal.

"Saya tidak tahu. Kemudian muncul di BAP apa media, ya," kata Irwan berbincang dengan Windi.

Sebelumnya, nama Nistra Yohan juga sempat disebut Irwan dan Anang dalam pemeriksaan di Kejaksaan Agung.

Nistra diketahui sebagai staf ahli Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Sugiono.

Sementara, Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengaku, partainya belum mendengar terkait aliran dana sebesar Rp70 miliar ke Komisi I DPR RI.

Disebutkan, dana tersebut mengalir ke Nistra Yohan yang diketahui sebagai staf ahli Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Sugiono. 

Masih dicari Kejaksaan Agung

Di sisi lain, Kejaksaan Agung (Kejagung) masih melakukan pencarian terhadap Nistra Yohan. Nama tersebut sampai saat ini belum berhasil didatangkan ke ruang pemeriksaan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) terkait aliran uang kasus korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, tim penyidik Jampidsus juga sudah memintakan status cegah terhadap saksi-saksi lain yang sudah diperiksa. Para saksi bahkan sudah dihadirkan ke persidangan terkait kasus korupsi yang merugikan Rp 8,03 triliun tersebut.

"Semua yang terungkap dan tersebut (nama-namanya) di dalam persidangan, kita lagi menghadirkan untuk bisa diperiksa di Gedung Bundar dalam rangka mengkroscek kembali keterangannya," kata Ketut di gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (12/10/2023) kemarin.

"Dan beberapa yang sudah dipanggil berkali-kali tetapi tidak datang, kita sudah cek keberadaannya, dan beberapa sudah kita lakukan permintaan pencegahan ke luar negeri," ucap Ketut.

Namun, Kejagung belum secara terang mengungkapkan nama-nama yang dimasukkan ke dalam status cegah. "Saya belum dapat menyampaikan nama-namanya, karena kalau saya sampaikan sekarang, nanti orangnya pergi. Yang pasti, beberapa di antaranya, sudah kami cegah ke luar negeri," ujar Ketut.

Nama Nistra Yohan dan Sadikin terungkap di persidangan di antara dari 11 nama penerima aliran dana setotal Rp 243 miliar untuk tutup kasus korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo.

Dua terdakwa dan tersangka Irwan Hermawan dan Windy Purnama yang mengungkapkan Nistra Yohan menerima uang total Rp 70 miliar. Uang sebanyak itu digunakan untuk mengamankan kasus korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo agar tak dilakukan penyidikan di Jampidsus. Nistra Yohan disebut-sebagai Staf Ahli Anggota Komisi I DPR. Sedangkan Sadikin, dari kesaksian terdakwa Irwan dan tersangka Windy, menerima uang senilai Rp 40 miliar. Sadikin disebut-sebut oleh keduanya adalah pejabat di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Selain dua nama tersebut, ada sembilan nama lainnya yang turut menerima aliran uang tutup kasus tersebut. Termasuk, di antaranya nama Dito Ariotedjo Rp 27 miliar. Dito yang menjabat menpora sudah dihadirkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Rabu (11/10/2023). Selama persidangan, Dito membantah semuanya keterangan saksi.

Terkait dengan 11 nama penerima aliran dana tutup kasus BTS 4G Bakti Kemenkominfo Jampidsus Febrie Adriansyah memerintahkan tim penyidikannya untuk mengusut tuntas. Hingga sekarang, kata Febrie, tim penyidikannya belum dapat mengambil langkah hukum lanjutan. Hal itu karena beberapa nama yang disebut-sebut turut menerima belum dapat diperiksa. "Kita masih mendalami itu di dalam penyidikan ini. Orang-orangnya, belum kita temukan (untuk menjadi tersangka)," ujar Febrie di Gedung Pidsus Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (11/10/2023). 

Bagaimana sosok dan profil Nistra Yohan dan Sadikin?

Nistra Yohan diketahui sebagai staf ahli Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Sugiono.

Sementara, sosok Sadikin masih misterius. Ada isu yang menyebutkan bahwa sosoknya sebagai jasa perbankan.

Nistra Yohan disebut saksi sebagai perantara ke Komisi I DPR RI dan Sadikin disebut saksi sebagai perantara ke BPK RI.

Nistra Yohan menerima uang Rp 70 miliar dan Sadikin menerima Rp 40 miliar untuk diserahkan ke oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Fakta soal saweran uang ini terungkap dalam sidang lanjutan perkara korupsi proyek BTS Kominfo di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).

Menurut saksi mahkota yang disumpah di persidangan, saweran uang yang diserahkan ke pejabat BPK itu diserahkan melalui sosok perantara bernama Sadikin.

Namun di hadapan Majelis Hakim, jaksa mengaku masih belum bisa menghadirkan Sadikin. "Sadikin ada pak jaksa?" tanya Hakim Anggota, Rianto Adam Pontoh dalam persidangan.

"Tidak jelas, Yang Mulia," jawab jaksa penuntut umum saat itu.

Mendengar jawaban jaksa itu, Hakim langsung memerintahkan agar jaksa penuntut umum untuk mencari si perantara. Hal itu guna memperjelas penerimaan uang yang disebut-sebut mengalir ke BPK ini. Sebab nilai yang diserahkan tak main-main, yakni Rp 40 miliar. "Ndak tahu? Ndak jelas? Harus jelaslah! Ini 40 miliar!" kata Hakim Rianto Adam Pontoh.

Uang Rp 40 mliar itu diantarkan kepada Sadikin oleh Windi Purnama, kawan eks Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif.

Windi yang duduk di kursi saksi mahkota memastikan bahwa uang itu telah sampai ke tangan Sadikin. "Apakah Sadikin tadi saudara pastikan sudah menerima?" tanya Hakim Rianto.

"Sudah, Yang Mulia," jawab Windi. Saat dicecar oleh Hakim Ketua, Fahzal Hendri, Windi mengaku bahwa penyerahan uang ke Sadikin merupakan perintah Anang Achmad Latif.

Dari Anang Latif pula dia mengetahui bahwa uang itu diperuntukan bagi BPK. "Nomor dari Pak Anang seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh Pak Anang lewat Signal. Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK, Badan Pemeriksa Keuangan, Yang Mulia," ujar Windi.

Uang itu diserahkannya dalam satu tahap dalam bentuk mata uang asing tunai. "40 miliar. Uang asing pak. Saya lupa detailnya. Mungkin gabungan Dolar AS dan Dolar Singapura," katanya.

Karena banyaknya lembaran uang, dia sampai mewadahinya dengan koper besar. Koper besar berisi uang itu kemudian diserahkannya di parkiran sebuah hotel di Jakarta.

Saat itu dia menyerahkan uang tersebut ditemani supirnya. Mendengar pengakuan demikian, Hakim Ketua yang memimpin persidangan pun terkaget-kaget. Saking kagetnya, hakim sampai memukul meja. "Ketemunya di Hotel Grand Hyatt. Di parkirannya," ujar Windi. "Berapa pak?" tanya Hakim Fahzal, memastikan. "Rp 40 miliar," jawab Windi.

"Ya Allah! Rp 40 miliar diserahkan di parkiran?" kata Hakim Fahzal keheranan.

Kawan eks Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif yang bernama Irwan Hermawan membongkar pihak-pihak penerima uang haram terkait proyek pengadaan tower BTS BAKTI Kominfo. Selain pihak BPK RI, satu di antara pihak-pihak yang dimaksud ialah Komisi I DPR.

Uang itu diantarkan ke oknum Komisi I DPR melalui sosok kurir bernama Nistra Yohan atas arahan eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif.

Dirinya diketahui merupakan staf dari anggota Komisi I DPR RI. Namun tak disebutkan siapa sosok oknum anggota dewan di balik penerimaan uang haram ini.

"Belakangan saya tau dari pengacara saya, bahwa beliau orang politik, staf dari anggota DPR, staf dari salah satu anggota DPR," ujar Irwan Hermawan dalam persidangan lanjutkan kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).

Total yang diserahkan kepada Nistra Yohan mencapai Rp 70 miliar. Uang Rp 70 miliar itu diserahkan untuk Komisi I DPR sebanyak dua kali.

"Berapa diserahkan ke dia?" tanya Hakim Ketua, Fahzal Hendri kepada Irwan Hermawan. "Saya menyerahkan dua kali, Yang Mulia. Totalnya 70 miliar," kata Irwan.

Meski mengetahui adanya saweran ke Komisi I DPR, Irwan tak langsung mengantarnya. Dia meminta bantuan kawannya, Windi Purnama untuk mengantar uang tersebut kepada Nistra Yohan. Windi pun mengakui adanya penyerahan uang ke Nistra. Namun pada awalnya, dia hanya diberi kode K1 melalui aplikasi Signal. "Pada saat itu Pak Anang mengirimkan lewat Signal itu K1. Saya enggak tahu, makanya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa. Oh katanya Komisi 1," ujar Windi Purnama dalam persidangan yang sama. 

Dikutip dari berbagai sumber, nama Nistra Yohan, merupakan Staf Ahli Sugiono Anggota DPR RI Dapil Jawa Tengah I Fraksi Gerindra sejak tahun 2019.

Nama Nistra Yohan tercatat kelahiran Blitar, Jawa Timur.

Nistra Yohan sebelumnya pernah menjabat sebagai Ketua Umum Tunas Indonesia Raya (Tidar) Malang.

Namun, Nistra Yohan masih aktif sebagai Pembina Tidar Jawa Tengah.

Nistra alumnus Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu Keolaragaan tahun 2008.

Selama menjadi mahasiswa, Nistra Yohan aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Malang.

Terkait akun-akun di media sosialnya, kini nama Nistra Yohan menghilang begitu saja, salah satunya akun twitter @NistraYohan.

Sumber Berita / Artikel Asli : tribunnews

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved