Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) meminta agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menonaktifkan Kapolda Kalimantan Tengah (Kalteng) Irjen Nanang Avianto dan Kapolres Seruyan AKBP Ampi Mesias Von Bulow buntut bentrok antara warga Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalteng, dengan polisi.
Saat bentrok terjadi, satu warga dilaporkan tewas karena tertembak, sementara dua orang lainnya luka-luka.
"Hari ini, kembali kita menyaksikan brutalitas aparat kepolisian dalam melakukan penanganan konflik ketika Komunitas Masyarakat Adat berhadapan dengan perusahaan. Satu nyawa melayang dan dua lainnya terluka akibat peluru senjata pihak kepolisian. Puluhan orang lainnya turut ditangkap," tulis AMAN mengawali tanggapannya, Minggu (8/10/2023).
"Untuk menjawab tuntutan masyarakat adat atas lahan plasma yang puluhan tahun tak juga diberikan oleh PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) I, sebuah entitas bisnis milik Best Group, polisi tak segan menembaki masyarakat adat yang seharusnya mereka lindungi," sambungnya.
AMAN mengatakan, polisi telah mengetahui bahwa konflik antara masyarakat adat dan perusahaan adalah akumulasi sikap perusahaan yang tidak tunduk pada sebuah proses perjanjian.
Selain itu, pihak kepolisian juga mengetahui bahwa masyarakat adat di Desa Bangkal Seruyan mayoritas merupakan masyarakat adat Dayak Temuan dan Kuhin.
Akan tetapi, AMAN mengatakam, pihak kepolisian sepertinya lebih berpihak ke perusahaan, bukan menjadi pihak netral dalam melakukan pengamanan.
Terlebih, polisi diduga melanggar hak asasi manusia (HAM) serta peraturan kepolisian, terutama yang terkait prosedur penembakan, penanganan konflik sosial, dan pedoman penanganan unjuk rasa.
Untuk itu, AMAN dan PPMAN menyatakan beberapa poin terkait brutalitas polisi yang kembali terjadi ini:
Mengecam keras tindakan brutal (excessive power) aparat kepolisian dalam melakukan penanganan konflik sosial dan unjuk rasa yang dilakukan oleh masyarakat adat di Desa Bangkal, Seruyan, Kalimantan Tengah dengan melakukan penembakan dan penangkapan
Mengecam tindakan aparat kepolisian melakukan pemblokiran akses keluar masuk kampung dan Desa Bangkal. Tindakan yang kami nilai telah melanggar konstitusi dan hak asasi manusia terutama hak dasar masyarakat adat atas akses ekonomi, sosial, politik dan budaya
Mendesak pihak kepolisian membebaskan sejumlah masyarakat adat yang ditangkap ketika berunjuk rasa memprotes perusahaan
Mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk memberikan dan memenuhi hak-hak hukum masyarakat adat di Desa Bangkal, baik yang tertembak dan juga yang ditahan
Mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia agar memerintahkan penarikan pasukan pengamanan perusahaan dan mengedepankan upaya dialog bersama semua pemangku kepentingan di Desa Bangkal, Seruyan
Mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia agar melakukan penyidikan terhadap pelaku penembakan di Desa Bangkal, serta menonaktifkan Kapolres Seruyan dan Kapolda Kalteng sebagai pertanggung jawaban komando wilayah (command responsibility), sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak asasi manusia
Mendorong Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM) membentuk Tim Pencari Fakta Independen agar melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Desa Bangkal Seruyan, sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai bahan proses yudisial sebagai bentuk upaya selanjutnya
Mendesak agar dilakukan uji balistik oleh pihak independen agar peristiwa penembakan terhadap Komunitas Masyarakat Adat Desa Bangkal dapat dijelaskan secara objektif.
Sebelumnya, seorang warga tewas diduga tertembak dan satu lainnya mengalami luka berat dalam bentrok antara warga Bangkal dan polisi di perusahaan perkebunan sawit, PT Hamparan Masawit Bangun Persada 1 di Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, Sabtu (7/10/2023).
Kabid Humas Polda Kalimantan Tengah, Kombes Erlan Munaji, membenarkan telah terjadi bentrok antara warga dan polisi di lokasi perkebunan sawit tersebut.
Erlan menjelaskan bahwa bentrok pecah pada Sabtu (7/10/2023) siang sekitar pukul 12.30 WIB.
Saat itu, menurut Erlan, polisi sedang melakukan pengamanan konflik di lahan perkebunan milik PT Hamparan Masawit Bangun Persada 1.
Menurut versi polisi, sejumlah warga mengadang aparat sambil membawa ketapel dan tombak.
"Sehingga terpaksa diamankan, namun warga tidak terima sehingga warga melakukan perlawanan dan menyerang petugas," kata Erlan kepada Kompas.com pada 7 Oktober 2023.
Bentrokan pun tidak terhindarkan. Akibatnya, satu orang warga tewas diduga tertembak, sementara satu orang lainnya mengalami luka berat.
Sementara mengenai dugaan penembakan yang dilakukan oleh aparat, Erlan mengklaim bahwa semua petugas sudah menjalankan tugas sesuai aturan.
"Tidak ada anggota polisi yang dibekali dengan peluru peluru tajam, hanya dibekali dengan gas air mata, peluru hampa dan peluru karet," kata Erlan.
Kompas.com masih terus berupaya menghubungi para korban dan warga untuk mendapatkan keterangan mengenai bentrokan tersebut.