Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Jumlah Korban Tewas di Israel Melonjak Lawan Hamas, Terparah Setelah Perang Arab-Israel Tahun 1973

Jumlah Korban Tewas di Israel Melonjak Lawan Hamas, Terparah Setelah Perang Arab-Israel Tahun 1973Pemerintah Israel pada Senin (9/10/2023) meng-update jumlah korban jiwa akibat konflik dengan Hamas pasukan militan Palestina.

Jumlah korban tewas di Israel melonjak 800 orang setelah serangan mendadak oleh Hamas.

Terbaru, jumlah korban akibat perang Hamas-Israel menjadi lebih dari 1.487 orang.

Sebelumnya, korban tewas yang dilaporkan mencapai 1.100 orang.

Hal tersebut merupakan jumlah korban terburuk yang dialami Israel sejak perang Arab-Israel tahun 1973.

Satu di antara serangan mematikan oleh Hamas terjadi di acara festival musik Supernova yang diadakan di kawasan gurun di Israel selatan.

Tim penyelamat Israel melaporkan telah menemukan lebih dari 260 mayat di lokasi festival musik tersebut.

Sementara, dikatakan oleh Pemerintah Israel, sekitar 150 orang telah ditahan oleh kelompok militan tersebut.

Terkait korban luka, kantor pers Pemerintah Israel melaporkan di posting Facebook, ada lebih dari 2.600 orang terdampak serangan Hamas. 

Sementara itu, jumlah korban tewas di Jalur Gaza meningkat menjadi 687 orang pada Senin, kata Kementerian Kesehatan di wilayah kantong Palestina tersebut.

Sebagiamana dikutip dari AFP, Kementerian yang dikontrol Hamas itu mengatakan, rumah sakit di Gaza telah menerima 687 korban tewas dan 3.727 lainnya terluka sejak Israel melancarkan gelombang serangan udara.

Serangan Israel itu dilakukan setelah Hamas melancarkan serangan mendadak ke Israel pada Sabtu (7/10/2023).

Dengan ini, jumlah korban tewas dalam perang Hamas-Israel mencapai 1.487 orang lebih dan korban luka mencapai lebih dari 6.327 orang.

Warga Gaza ketakutan

Warga Gaza, Youssef Al-Bawab, mengungkapkan rasa ketakutannya saat Israel membombardir Al-Watan Tower hingga roboh pada Minggu (8/10/ ).

Al-Bawab, yang tinggal di sebuah gedung di seberang Al-Watan Tower, mengungkapkan ia dan tetangganya mendapat peringatan dari militer Israel untuk segera meninggalkan rumah, sesaat sebelum serangan dilancarkan.

"Kami merasa sangat takut. Menara itu hanya beberapa meter jauhnya dari rumah kami."

"Kami tidak melihat adanya aktivitas perlawanan seperti yang diklaim Israel," ujar Al-Bawab kepada AlJazeera, bicara soal serangan yang menghancurkan Al-Watan Tower.

Bangunan yang ditinggali Al-Bawab bersama 150 orang lainnya rusak parah dan tidak bisa dihuni.

Bahkan, beberapa rumah dan bangunan lain sekitar Al-Watan Tower juga rusak parah pasca-pengeboman.

"Israel bilang mereka menargetkan pejuang perlawanan, situs militer, dan bangunan milik Hamas, tapi kenyataannya tidak, justru sebaliknya."

"Saya yakin Israel sengaja menargetkan warga sipil dan menggusur mereka untuk memberikan tekanan lebih besar pada Hamas," tutur dia.

"Tapi, apa salah kami? Ke mana kami akan pergi?"

Sementara itu, Mohammed Salah, dari lingkungan Beit Lahia di utara Gaza, mengatakan ia meninggalkan rumahnya dan berlindung di sekolah yang dikelola PBB.

Tak sendirian, keluarga lain yang berasal dari daerah yang sama dengan Salah, juga ikut mengungsi.

Salah mengaku ia memilih mengungsi setelah pesawat Israel secara acak mengebom daerahnya.

"Situasinya sangat berbahaya. Jadi saya meninggalkan rumah bersama keluarga lain," kata dia.

"Bom Israel tidak membedakan antara warga sipil dan pejuang perlawanan."

"Dalam setiap perang, kami meninggalkan rumah kami karena pengeboman yang tidak pandang bulu."

Salah menuturkan, ia dan warga Gaza lainnya sudah hidup dalam situasi mengerikan seama bertahun-tahun.

Ia pun menegaskan dirinya dan warga Gaza lainnya memiliki hak untuk melawan Israel.

“Kami telah hidup dalam situasi ini selama bertahun-tahun, tanpa ada seorang pun yang membela atau membela kami."

"Kami mempunyai hak untuk melawan penjajah kami,” tegasnya.

Menurut data Kementerian Kesehatan Palestina dan Layanan Medis Israel, saat ini ada 800 korban tewas dari Israel dan 510 dari Palestina di Gaza sejak serangan mendadak dari Hamas dilakukan, Sabtu (7/10/ ).

Lalu, 2.243 korban luka dari Israel dan 2.750 dari Palestina.

Israel Deklarasikan Perang

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada Minggu (8/10/2023), mendeklarasikan perang setelah Hamas melancarkan salah satu serangan mematikan dalam beberapa dekade.

Ia bahkan mengatakan, Hamas yang dianggapnya musuh, akan menanggung akibat yang belum pernah terjadi.

"Kami sedang berperang. Bukan sebuah 'operasi', bukan sebuah 'serangan', tapi sebuah perang," ujar Netanyahu, masih dilansir AlJazeera.

Ia kemudian menambahkan, "Musuh (Hamas) akan menanggung akibat yang belum pernah terjadi sebelumnya."

Netanyahu telah memerintahkan mobilisasi lebih dari 100 ribu pasukan Israel sebagai persiapan menghadapi kemungkinan invasi darat ke Gaza, yang masih berada di bawah blokade udara, darat, dan laut Israel sejak 2007.

Lalu, apa yang dimaksud deklarasi perang?

Israel telah melancarkan serangan militer di Gaza dan Lebanon sebelumnya, tanpa deklarasi resmi.

Deklarasi ini pada dasarnya menyoroti tindakan militer intensif Israel terhadap Hamas.

Koresponden AlJazeera di Yerusalem Barat, Mohammed Jamjoom, menuturkan persetujuan kabinet Israel terhadap deklarasi perang Netanyahu berarti, "Perdana menteri dan menteri pertahanan pada dasarnya dapat membuat keputusan tanpa harus berkonsultasi dengan kabinet mengenai setiap tindakan intensif."

"Ini pada dasarnya memformalkan, melegalkan perang di masa depan," ujarnya.

Sementara itu, pelapor khusus PBB untuk wilayah pendudukan Palestina, Fransesca Albanese, telah memperingatkan narasi "berbahaya" tentang konflik Israel-Hamas yang mengabaikan sejarah kekerasan terhadap warga Palestina.

Israel Blokade Total Jalur Gaza

Kementerian Pertahanan Israel mengumumkan pihaknya telah memblokade total Jalur Gaza.

Langkah awal yang dilakukan adalah pasokan air ke Gaza akan segera dihentikan.

Menteri Energi Israel, Israel Katz, telah memerintahkan "untuk segera memutus pasokan air" ke Gaza, kata juru bicaranya.

Sikap Israel tersebut semakin memperburuk situasi di Jalur Gaza.

Menurut UNICEF, 96 persen air yang disuplai untuk Gaza, tidak layak untuk diminum.

Selain air, Israel juga aakan memutus aliran listrik dan memblokir makanan, serta bahan bakar di Gaza.

Padahal, sepanjang 2023, rata-rata hanya 13 jam listrik tersedia di Gaza yang ditempati 2,3 juta penduduk, menurut PBB.

Blokade Israel terhadap Jalur Gaza telah berlangsung sejak 2007.

Israel mengontrol wilayah udara dan perairan teritorial Gaza, serta dua dari tiga titik perlintasan perbatasan; yang ketiga dikuasai oleh Mesir.

“Kami melakukan pengepungan total terhadap Gaz."

"Tidak ada listrik, tidak ada makanan, tidak ada air, tidak ada gas – semuanya ditutup,” kata Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, dalam sebuah pernyataan video. (*)

Sumber Berita / Artikel Asli : tribunnews

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved