Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Denny Indrayana Laporkan Pelanggaran Kode Etik Ketua MK, Tidak Digubris Karena Ipar Presiden Jokowi

Denny Indrayana Laporkan Pelanggaran Kode Etik Ketua MK, Tidak Digubris Karena Ipar Presiden JokowiPakar Hukum Tata Negara yang juga politisi Partai Demokrat, Denny Indrayana mengatakan pada tanggal 27 Agustus 2023, dirinya sudah mengadukan pelanggaran kode etik Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman karena masih juga menjadi hakim atau tidak mundur, dalam perkara uji konstitusionalitas syarat umur capres-cawapres.

Pelaporan dilayangkan Denny Indrayana ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.

Namun kata Denny Indrayana, laporannya tidak digubris karena Anwar Usman adalah adik ipar Presiden Jokowi.

"Pada 27 Agustus 2023, saya menyampaikan pengaduan dugaan pelanggaran Kode Etik oleh Ketua MK Anwar Usman, Ipar Presiden Jokowi, karena masih juga menjadi hakim, tidak mundur, dalam perkara uji konstitusionalitas syarat umur capres-cawapres," kata Denny lewat akun X (Twitternya) @dennyindrayana, Jumat (13/10/2023).

"Padahal permohonan itu berkaitan langsung dengan peluang Gibran Jokowi sebagai paslon dalam Pilpres 2023. Laporan lengkap saya bisa diakses di: https://integritylawfirms.com/indonesia/2023/08/30/pelaporan-anwar-usman-dugaan-pelanggaran-kode-etik-dan-perilaku-hakim-konstitusi/…," katanya.

"Alhamdulillah, laporan pengaduan saya tidak ada kabarnya, apalagi diproses sampai sekarang," ujar Denny. 

Di sisi lain, kata Denny, MK juustru mengadukan dugaan pelanggaran etika dirinya ke Kongres Advokat Indonesia, dan secara cepat diproses oleh DPP KAI.

"Saya sendiri mengajukan penonaktifan sebagai Vice President KAI, dan mundur dari grup WA DPP KAI, agar proses pemeriksaan berjalan lebih fair," kata dia.

Sementara kata Denny, Anwar Usman tidak mau mundur sebagai hakim atas uji materil batas usia cawapres-capres, bahkan memberi komentar atas perkara yang ditanganinya dalam kuliah umum di kampus di Semarang, Jawa Tengah. 

"Alih-alih mundur dari perkara syarat umur capres-cawapres, Anwar Usman justru memberi komentar soal perkara yang ditanganinya itu (lihat link video Narasi di bawah)," ujar Denny sambil menautkan link video @NarasiNewsroom .

"Ada apa dengan etika Ketua MK? Itukah cerminan hakim yang menurut konstitusi harus "Negarawan"? Salam Integritas, Denny Indrayana," ujarnya.

Sementara di link yang dibagikan Denny, @NarasiNewsroom yang juga menyematkan video pernyataan Ketua MK Anwar Usman yang dipersoalkan.

"Ketua MK Anwar Usman menyinggung soal batas usia capres-cawapres saat mengisi kuliah umum di salah satu kampus di Semarang, Jawa Tengah, 9 September 2023 lalu. Ia mengaitkan hal tersebut dengan menyontohkan adanya beberapa pemimpin muda di zaman Nabi Muhammad dan negara lain," tulis @NarasiNewsroom. 

Pernyataan itu dilontarkan Ketua MK Anwar Usman, sebulan sebelum uji materi batas usia capres-cawapres diputuskan pada Senin, 16 Oktober 2023 mendatang.

"Komentar Anwar soal putusan tersebut bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi," kata @NarasiNewsroom.

Dimana berbunyi: “Hakim konstitusi dilarang memberikan komentar terbuka atas perkara yang akan, sedang diperiksa, atau sudah diputus, baik oleh hakim yang bersangkutan atau hakim konstitusi lain, kecuali dalam hal-hal tertentu dan hanya dimaksudkan untuk memperjelas putusan,” tulis aturan tersebut.

Bocoran Putusan

Sebelumnya Denny Indrayana memberikan bocoran hasil putusan.

"Banyak yang menanyakan bocoran putusan MK soal syarat umur capres-cawapres kepada saya. Tentu sulit dan tidak boleh mendapatkan informasi dari dalam lingkungan MK, baik dari hakim konstitusi ataupun para pegawai MK," ungkap Denny Indrayana dalam status twitternya @dennyindrayana pada Selasa (11/10/2023).

"Karena itu, berikut saya sampaikan 'bocoran' dalam tanda kutip, putusan tersebut, yang saya prediksi akan dibacakan pada Senin (16/10/2023) depan," tambahnya.

Dalam postingannya, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu ingin membuktikan argumentasi bahwa, 'tidak mustahil untuk memprediksi putusan Mahkamah Konstitusi' berdasarkan kecenderungan putusan-putusan sebelumnya, dan positioning politik para hakim konstitusi.

Melihat kecenderungan putusan MK atas perkara terkait pemilu dan antikorupsi, khususnya dalam putusan soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dan UU Ciptaker, yang komposisinya lima berbanding empat, alias 5 : 4 dissenting opinion, maka dirinya memprediksi putusan syarat umur capres-cawapres juga akan berujung pada angka yang sama.

Antara lain, lima hakim setuju mengabulkan, dan empat hakim menyampaikan pendapat berbeda alias memberikan dissenting opinion atau menolak permohonan.

Baca juga: Hakim MK Jadi Penentu Sengketa Pemilu, Denny Indrayana: Kini Jadi Objek Jualan di Republik Konoha

"Saya menduga putusan bisa saja mengabulkan syarat umur menjadi 35 tahun; ATAU syarat umur tetap 40 tahun, namun dibuka kesempatan bagi 'yang telah berpengalaman sebagai kepala daerah'," jelas mantan Staf Khusus Presiden bidang Hukum, dan bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN itu.

Komposisi hakim MK yang berbeda pendapat antara lain:

1. Saldi Isra dan Suhartoyo akan tetap berada pada posisi dissenting opinion.

Keduanya sudah sejalan sejak lama, termasuk hanya berdua dissenting dalam soal syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

2. Wahiddudin Adams akan bersama Saldi dan Suhartoyo pada posisi berbeda pendapat.

Memasuki masa pensiun pada Januari tahun depan, menyebabkan Hakim Konstitusi Wahid menjadi nothing to lose, dan karenanya lebih konsisten menjatuhkan putusan secara merdeka (independen).

3. Posisi ke empat yang dissenting/berbeda adalah antara Enny Nurbaningsih atau Arief Hidayat. 

Kalau Enny yang berbeda pendapat, berarti komposisi hakim yang dissenting opinion, akan sama dengan putusan masa jabatan KPK dan UU Ciptaker.

"Kemungkinan lain, saya memprediksi Arief Hidayat bisa masuk komposisi berbeda pendapat, lebih karena posisi politiknya, yang merupakan kompetitor dalam pemilihan Ketua MK yang baru lalu berhadapan dengan Anwar Usman, serta karena afiliasi organisasi massanya di GMNI, yang dikenal dekat dengan parpol tertentu (PDIP)," tulisnya.

Skenario yang juga patut dicermati, karena putusan ini sangat penting menyangkut kontestasi Pilpres 2024, dijelaskannya ada kemungkinan pula putusan akan sama kuat alias imbang, yakni 4:4 (empat berbanding empat) antara yang mengabulkan dan yang menolak permohonan.

Maka, yang menjadi penentu putusan menurut Pasal 45 ayat (8) UU MK adalah dimana posisi Ketua MK Anwar Usman, Ipar Presiden Jokowi.

Dirinya memprediksi Anwar Usman ada pada posisi mengabulkan permohonan, alias memberikan kesempatan kepada Gibran Rakabuming Raka menjadi kontestan (paslon) pada Pilpres 2024.

"Namanya juga 'bocoran' alias prediksi, tentu kepastiannya akan terlihat setelah putusan dibacakan. Kita lihat saja, apakah prediksi saya akan tepat," ungkap Denny Indrayana.

"Namun, tanpa dasar teori hukum konstitusi yang rumit, saya hanya ingin membuktikan bahwa tidaklah sulit untuk menduga arah putusan MK, dilihat dari kecenderungan pemikiran dan afiliasi politik para hakimnya, dan tentu saja dinamika politik yang mewarnai suatu permohonanan yang sarat dan kental dengan 'political question', semacam syarat umur capres-cawapres," bebernya.

Sebelum menutup tulisannya, Denny Indrayana menyampaikan sidang etik advokat di Kongres Advokat Indonesia terkait pengaduan Mahkamah Konstitusi atas postingannya soal sistem Pemilu Legislatif tertutup atau terbuka beberapa waktu yang lalu digelar pada Senin (9/10/2023).

Disampaikannya tidak banyak yang memberitakan sidang etik tersebut, di samping persidangannya yang memang tertutup.

Padahal ini menurutnya adalah catatan sejarah penting.

Pertama kali ada Mahkamah Konstitusi mengadukan seorang advokat ke organisasi profesi. 

"Saya merasa tersanjung sekaligus tertantang untuk membuktikan sama sekali tidak ada pelanggaran kode etik. Sebaliknya, saya berpandangan ada banyak persoalan etika di kelembagaan Mahkamah Konstitusi saat ini," ungkap Denny Indrayana.

Terlepas soal pengaduan dugaan pelanggaran etika kepadanya tersebut, yang jauh lebih penting dan strategis sebenarnya adalah menjaga etika para hakim konstitusi, khususnya dalam memutuskan berbagai perkara di tahun politik 2023-2024 yang akan datang.

Yang pasti, laporan pengaduannya ke MK soal dugaan pelanggaran etika Ketua MK Anwar Usman tidak kunjung direspon apalagi diperiksa.

Padahal dugaan pelanggaran etika Ketua MK tersebut sangat erat dengan benturan kepentingan, karena tetap memeriksa permohonan pengujian syarat umur capres-cawapres, padahal berkaitan langsung dengan peluang keluarga Jokowi menjadi kontestan (paslon) dalam Pilpres 2024, yaitu: Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi.

"Akhirnya, putusan syarat umur capres-cawapres akan menjadi batu ujian kesekian akan kadar kenegarawanan para hakim konstitusi," ungkap Denny Indrayana.

"Apakah para hakim MK berhasil menjalankan amanahnya sebagai the guardian of the constitution, penjaga konstitusi, atau bergeser menjadi the guardian of the family and dynasty. Senin depan sejarah akan mencatatnya," tutupnya.

Sepeeti diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) menjadwalkan sidang pembacaan putusan gugatan terkait usia minimum capres-cawapres pada Senin (16/10/2023).

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Denny Indrayana Laporkan Pelanggaran Kode Etik Ketua MK, Tidak Digubris Karena Ipar Presiden Jokowi, https://wartakota.tribunnews.com/2023/10/13/denny-indrayana-laporkan-pelanggaran-kode-etik-ketua-mk-tidak-digubris-karena-ipar-presiden-jokowi?page=all.

Sumber Berita / Artikel Asli : tribunnews

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved