DN Aidit, pentolan Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah singa podium. Tak hanya Soekarno yang pintar beretorika, ketika di atas panggung Aidit mampu membakar semangat audiens dengan pidatonya yang berapi-api.
Sejarawan sekaligus wartawan sepanjang masa Republika, Alwi Shahab pada 2017 kepada saya pernah merawikan, merawikan pada masa Presiden Soekarno, orang-orang PKI cukup banyak yang masuk pemerintahan.
Apalagi Soekarno memiliki konsep NASAKOM. "Nasionalisme, Agama, dan Komunisme," ujar Abah Alwi saat diajak berbincang di ruang kerjanya.
Padahal menurut sejarawan yang ikut merasakan peristiwa sejarah pengkhianatan PKI pada 30 September 1965 tersebut, meski terlihat dekat, Soekarno menjaga jarak dengan para petinggi PKI.
"Bung Karno tidak mau dicap sebagai antek PKI. Makanya dia menjaga jarak," kata Abah Alwi.
Kedekatan Sukarno dengan PKI waktu itu dianalisis banyak pihak. Salah satunya adalah Sayuti Melik.
Sayuti Melik, pengetik naskah proklamasi dan suami pejuang wanita SK Trimurti, menjadi terkenal ketika dia menulis 'Belajar Memahami Sukarnoisme', yang selama berbulan-bulan tiap hari dimuat di 21 surat kabar. Isi tulisan itu kentara sekali menelanjangi praktek-praktek busuk kaum komunis.
"Oleh Presiden Sukarno ia kemudian dipanggil dan dimintai keterangan apa maksudnya dengan artikel itu. Setelah mendapat penjelasan, Bung Karno berkata, 'Benar kowe Ti, teruskan'," kata Abah Alwi.
Serial dari Sayuti Melik segera dihantam Nyoto, ahli ideologi PKI. Tokoh muda PKI ini, cerita Abah Alwi, melalui serangkaian tajuk rencana di koran PKI, Harian Rakyat, menyerang keras tulisan-tulisan Sayuti Melik yang dimuat koran-koran di berbagai daerah yang anti-PKI.
"Bagi Nyoto, dan surat-surat prokomunis, apa yang ditulis Sayuti Melik justru merupakan pengkhianatan terhadap ajaran-ajaran Bung Karno," imbuh dia.
Lalu, bagaimana Bung Karno sendiri? Saat polemik di pers dan masyarakat menghangat, ternyata tafsir Sayuti Melik yang dianggap salah.
"Tafsir Nyoto itulah yang dianggap benar. Dan, hantaman bertubi-tubi terhadap BPS (Badan Pendukung Sukarnoisme) yang diprakarsai Adam Malik, BM Diah dan Sumantoro, dikumandangkan tiap hari di koran-koran kiri."
Tokoh PKI Ir Anwar Sanusi, misalnya, mengatakan, ”Setelah DI/TII gagal, kaum reaksioner di dalam negeri memakai nama Sukarnoisme untuk menentang arus sejarah dan gerakan revolusioner rakyat Indonesia.”
Soekarno Tuding BPS Agen CIA
Setelah berhari-hari terjadi demo-demo di tanah air minta BPS dibubarkan. Puncaknya, pada 24 Pebruari 1995, Presiden Soekarno selaku Pangti ABRI dan Pemimpin Besar Revolusi (PBR) di hadapan massa yang memenuhi Istora Senayan memerintahkan, ”Bubarkan semua koran, organisasi dan alat-alat antek BPS.”
"Bung Karno menuduh BPS agen CIA (badan intelijen AS) —yang menggunakan 'Soekarnoisme' guna membunuh Sukarnoisme dan membunuh Sukarno. Pembubaran BPS itu dicanangkan dalam acara HUT PWI Pusat," sebut Abah Alwi.
Bung Karno juga menuduh BPS mendapat dana jutaan dolar AS dari CIA. "Beberapa kawan saya yang korannya dituduh terlibat BPS dengan menyindir berkata, 'Kalau begitu gua kaya raya dong'," ucap pria kelahiran 1936 itu.