Belakangan ini nama pengusaha Tomy Winata mencuat terkait sengketa tanah di Pulau Rempang, Batam, Kepuulauan Riau. Anak perusahaan milik Tomy Winata, PT Mega Elok Graha (MEG), akan mengubah Rempang menjadi Kawasan Rempang Eco City untuk lokasi berbagai industri, mulai dari pariwisata, jasa, hingga perumahan.
Rempang Eco City adalah salah satu buah dari hasil kunjungan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ke Cina beberapa waktu lalu. Perusahaan Xinyi Group akan berinvestasi di Pulau Rempang dalam bentuk pembangunan pabrik kaca. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Batam, BP Batam, dan PT Megah Elok Graha bekerja sama untuk mempercepat proses pembangunannya.
Tomy sebelumnya tercatat menjalankan bisnis di berbagai bidang. Mulai dari properti, perhotelan, perdagangan, perbankan, transportasi, konstruksi, hingga telekomunikasi. Dia mulai merintis bisnisnya pada 1972 ketika dipercaya membangun kantor koramil di Singkawang.
Setelah proyek tersebut selesai, dia pun kembali dipercaya untuk membangun berbagai proyek di kalangan militer. Mulai dari barak, sekolah tentara, hingga menyalurkan barang ke markas militer di Papua, Ujung Pandang, Ambon, dan lainnya.
Selain akan membangun kawasan Rempang, perusahaannya diketahui merupakan pengembang Sudirman Central Business District (SCBD). Lantas, seperti apa profil SCBD yang dikembangkan Tomy Winata?
Profil SCBD
Warga Jakarta tentu sudah tidak asing lagi dengan kawasan SCBD. SCBD adalah kawasan eksklusif di Jakarta yang identik sebagai kawasan mewah dengan bangunan pencakar langit yang tinggi. Orang yang bekerja di kawasan ini juga dikenal dengan gaya berpakaian yang modis. Tapi, tahukah Anda siapa sosok pemilik SCBD?
Dilansir dari laman resmi SCBD, kawasan yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan itu dikembangkan oleh PT Danayasa Arthatama Tbk. Kawasan Elite ini dirancang sejak tahun 1987 dan mulai dibangun pada 1992.
Pada saat itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan kepercayaan kepada PT Danayasa Arthatama untuk mengubah lahan kumuh seluas 45 hektar yang berada di tengah-tengah Segitiga Emas Jakarta, menjadi kawasan perdagangan yang terintegrasi dan modern. Gedung Artha Graha menjadi bangunan pertama yang dibangun di kawasan tersebut. Kemudian diikuti dengan pembangunan Gedung Bursa Efek Indonesia dan Apartemen Kusuma Chandra.
PT Danayasa Arthatama terus mengembangkan berbagai properti di lahan tersebut, yang akhirnya dikenal sebagai Sudirman Central Business District atau SCBD. Pada tahun 2002, perusahaan ini melakukan penawaran umum perdana dengan 100 juta saham di bursa efek sebagai bagian dari langkah pengembangan bisnisnya.
Sebagai pengembang properti, PT Danayasa Arthagraha berhasil mengembangkan sembilan dari 25 lot di area SCBD, yang mencakup kondominium, gedung perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan, dan pusat hiburan.
Sosok Pemilik SCBD
PT Danayasa Arthatama yang membangun SCBD adalah anak perusahaan dari PT Jakarta International Hotels and Development Tbk (JIHD). PT JIKA merupakan perusahaan publik di Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1984. Kedua perusahaan ini merupakan bagian dari Artha Graha Network (AG Network), sebuah jaringan kemitraan perusahaan swasta yang beroperasi di berbagai sektor, termasuk properti, perbankan, infrastruktur, perikanan, dan sebagainya.
Adapun, pemilik JIHD adalah Tomy Winata, seorang pengusaha konglomerat keturunan Tionghoa. Berdasarkan data dari RTI pada tanggal 10 September 2023, Tomy Winata memiliki sekitar 306.243.700 lembar saham atau sekitar 13,15 persen saham perusahaan tersebut. Hal itu menjadikan Tomy Winata sebagai pemegang saham individu terbesar di JIHD.
Melansir situs resminya, PT Jakarta International Hotels and Development Tbk (JIHD) didirikan pada November 1969. Pada Maret 1974, perusahaan mulai beroperasi dengan membuka Hotel Borobudur Inter-Continental, sebuah hotel bintang 5 yang mencakup apartemen seluas 70 ribu meter persegi dan taman tropis seluas 23 ribu meter persegi, yang terletak di lokasi strategis di Jakarta.
Pada tahun 1984, JIHD terdaftar di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) dan menjadi salah satu dari 24 perusahaan pertama yang terdaftar di Indonesia. Dengan lebih dari 40 tahun pengalaman, JIHD dan anak perusahaannya beroperasi dalam empat segmen bisnis, yaitu real estate, konstruksi, telekomunikasi, dan manajemen perhotelan.
Selama perjalannya, JIHD terus menghadirkan produk-produk inovatif bagi industri properti dan perhotelan Indonesia. Melalui anak perusahaannya, PT Danayasa Arthatama, JIHD telah membangun reputasinya sebagai salah satu pemain utama di industri properti dan perhotelan Indonesia, dan menciptakan Sudirman Central Business District (SCBD) sebagai kawasan distrik bisnis pertama di Indonesia.
Selain kepemilikan JIHD dan PT Danayasa Arthatama, Tomy Winata juga merupakan pemilik Artha Graha Group atau Artha Graha Network (AG). Perusahaan tersebut mengendalikan sejumlah perusahaan termasuk JIHD, PT Danayasa Arthatama, dan 19 perusahaan lainnya yang beroperasi di berbagai sektor bisnis.
Meskipun demikian, Tomy Winata tidak berasal dari keluarga yang kaya raya. Pria yang lahir pada 23 Juli 1958 itu merantau dari Kalimantan ke Jakarta, dan memulai karirnya dengan bekerja sebagai kuli bangunan. Tomy Winata kemudian mengawali bisnis kerja sama dengan perusahaan yang memiliki hubungan dengan dunia militer, dan bisnis ini terus berjalan lancar hingga saat ini.
Harta kekayaan Tomy Winata belum diketahui dengan pasti. Namun, diperkirakan kekayaan sosok pemilik SCBD tersebut mencapai total sekitar US$ 900 juta atau setara dengan Rp 12 triliun.