Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD menganggap perbedaan data transaksi janggal di Kementerian Keuangan senilai Rp 349 triliun antara dirinya dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah semakin jelas.
Ini kata dia tergambar setelah Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara besera jajarannya memberikan penjelasan pada Jumat lalu (31/3) di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta. Saat itu Suahasil mengungkapkan perbedaan data terjadi hanya karena penyajiannya, sedangkan dasar datanya sama.
"Akhirnya clear, kan? Wamenkeu mengakui tidak ada perbedaan data antar Kemenkeu dan Menko Polhukam/PPATK tentang dugaan pencucian uang," kata Mahfud dikutip dari akun twitternya, Senin (3/4/2023).
Berdasarkan penjelasan Suahasil, Mahfud menilai, terlihat bahwa perbedaan data transaksi mencurigakan hanya terletak pada cara memilah data yang dilakukan pihak Kementerian Keuangan. Meskipun sumber datanya sama dari PPATK.
Dengan demikian, ia menganggap, kini tinggal proses penegakan hukumnya yang berjalan. Sebab, ua masih meyakini ada dugaan korupsi di Kementerian Keuangan senilai Rp 35 triliun dari temuan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun yang tergolong tindak pidana pencucian uang.
"Bedanya hanya cara memilah data. Itu yang saya bilang di DPR. Sekarang tinggal penegakan hukumnya," ujar Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) itu.
"Angka agregatnya sama Rp 349 triliun, suratnya 300, dugaan korupsi di Kemenkeu bukan Rp 3,3 triliun tapi Rp 35 triliun. Itu sama semua, yang Rp 189 triliun berbeda, nanti kita jelaskan," tutur Mahfud.
Juru Bicara Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo pun merespons tweet Mahfud ini dengan menyajikan data hasil pemilahan yang telah dilakukan Kemenkeu terhadap laporan transaksi janggal oleh PPATK itu. Mereka menyisihkan surat yang disampaikan PPATK kepada Aparat Penegak Hukum (APH) dalam data agregat Rp 349 triliun.
"Izin koreksi Prof, Rp 349 triliun. Berikut breakdown yang dapat dipisah dan disandingkan, semoga menjadi informasi publik yang jelas," ujar Prastowo.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Nasdem Taufik Basari, turut merespons tweet Mahfud dan Prastowo. Menurutnya, pemilahan data yang menjadi dasar Kemenkeu menjelaskan transaksi janggal Rp 349 triliun ke publik ini malah semakin menunjukkan perbedaan dengan Mahfud.
"Jumlah surat dan nilai total memang sama karena sumbernya sama yakni PPATK, tetapi jika pengkategorian/pemilahan datanya antara menko dan menkeu berbeda maka tetap saja statusnya adalah "data berbeda","ucapnya.
Perbedaan pemilahan data ini tentu kata dia akan berimplikasi pada jumlah pihak yang akan dimintai pertanggungjawaban. Misalnya jumlah ASN Kemenkeu yang terlibat versi Mahfud 491 ASN, sedangkan Kemenkei 489 ASN.
"Memang beda dua orang tapi kemana dua orang ini? Belum tergambar dalam data Kemenkeu belum lagi dampak ke jumlah nilainya," ujar dia.
Kategorisasi dan perbedaan pemilahan terhadap data-data ini menurutnya akan memengaruhi langkah apa yang akan diambil, arah atau strategi penegakan hukumnya, serta siapa saja entitas yang akan diperiksa atau dimintai pertanggungjawabannya.
"Kategori dan pemilahan menjadi sangat vital dan berpengaruh," ucap pria yang akrab disapa Tobas itu.