Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengkritik para mantan penyidik dan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mendesak Firli Bahuri mundur sebagai Ketua KPK.
Ngabalin menilai melaporkan Firli Bahuri ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait dugaan pelanggaran etik dan pidana sah-sah saja dalam demokrasi.
Kendati demikian, ia menyentil aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mantan pimpinan dan penyidik KPK.
Bahkan Ngabalin menyebut demonstrasi untuk mendesak Firli Bahuri mundur dari posisinya itu suatu tindakan gila.
"Yang jadi persoalan juga orang-orang ini ikut demonstrasi menggelar pamflet, spanduk, dan yang lebih gila lagi itu mendesak mundurnya ketua KPK," kata Ngabalin, Selasa (11/4/2023) dikutip dari laporan tim jurnalis Kompas TV.
Ngabalin kemudian menyindir balik dengan menyebut ada post power syndrome di dalam diri mantan pimpinan dan penyidik KPK.
Mengutip RSJD Surakarta, post power syndrome adalah suatu kondisi kejiwaan yang umumnya dialami oleh orang-orang yang kehilangan kekuasaan atau jabatan yang diikuti dengan menurunnya harga diri
"Jangan Anda salah juga kalau ada yang menilai bahwa semacam terjadi post power syndrome dalam diri mantan-mantan pimpinan penyidik dewas, bahkan penasihat ini," ujar Ali Mochtar Ngabalin.
"Jadi di dalam demokrasi boleh saja orang memberikan penilaian, termasuk Anda menilai dugaan yang dilakukan Pakk Firli atau orang juga menilai Anda itu terjadi post power syndrome," tutupnya.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil bersama beberapa mantan pimpinan KPK melakukan aksi unjuk rasa memprotes kepemimpinan Firli Bahuri di depan Gedung KPK, Senin (10/4/2023).
Selain unjuk rasa, mereka juga melaporkan Firli Bahuri ke Dewan Pengawas KPK perihal pelanggaran etik.
Mantan Pimpinan KPK Saut Situmorang yang juga ikut dalam unjuk rasa itu menyebut tujuan dari unjuk rasa adalah perubahan pemberantasan korupsi di Indonesia menjadi transparan, akuntabel dan berintegritas serta mendesak Firli Bahuri mundur sebagai ketua KPK.
"Pemberantasan korupsi yang transparan, akuntabel dan berintegritas itu bisa terlaksana. Tetapi kelihatannya sangat berat karena saat ini kita sudah paham pimpinannya berpotensi terkena pidana karena memang ada Pasal 36 jo Pasal 65 Undang-Undang KPK yang dilanggar," ujar Saut Situmorang.
Sementara itu, kekompakkan dan kepercayaan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) kini tergerus usai kejadian walkout pegawai KPK saat berdialog dengan Firli Bahuri.
Menanggapi hal itu Saut Situmorang menyebut ketidakpercayaan pegawai KPK sangat berdampak bagi Indonesia.
Kepercayaan di internal KPK merupakan bagian paling penting dalam pemberantasan korupsi.
"Trust (kepercayaan) bagian paling penting di dalam melaksanakan organisasi apalagi ini penegak hukum yang di dalamnya diminta ada transparan, ada akuntabel, berintegritas," lanjutnya.