Kantor Bupati Meranti digadaikan ke bank Rp 100 miliar.
Hal itu terkuak setelah Bupati Meranti Muhammad Adil ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adil kini berstatus bupati nonaktif.
"Iya benar, saya juga baru tahu kantor Bupati Meranti beserta aset bangunan dijadikan jaminan pinjaman ke bank," kata Plt Bupati Kepulauan Meranti, Asmar, Jumat (14/4).
Sementara itu, uang yang baru dicairkan oleh pihak bank sendiri baru 59 persen.
"Ya sekitar Rp 59 miliar yang baru cair," ujarnya.
Terkait peminjaman uang ke bank tersebut, pihak Pemkab harus membayar cicilan setiap bulan.
"Setiap bulan yang harus dibayar sebesar Rp 3,4 miliar, mau dicari ke mana uang sebanyak itu," kata Asmar.
Mantan Bupati Meranti Muhammad Adil Dijerat 3 kasus
KPK menetapkan Bupati Meranti Muhammad Adil sebagai tersangka—kemudian Adil dinonaktifkan. Ia diduga terlibat dalam kasus dugaan suap.
Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama Fitria Nengsih dan M. Fahmi Aressa.
Fitria ialah Kepala BPKAD Pemkab Meranti yang disebut-sebut juga punya hubungan dengan Adil. Sementara Fahmi ialah Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau.
Ada tiga kasus yang menjerat Adil. Dalam dua perkara, dia diduga sebagai penerima suap. Satu perkara lainnya, ia diduga sebagai penyuap.
Kasus pertama, dugaan korupsi terkait pemotongan anggaran OPD di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.
Dalam kasus ini, Adil diduga memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menyetorkan uang.
Sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU).
Pemotongan dari masing-masing SKPD itu dikondisikan seolah-olah adalah utang pada Adil.
Setoran uang tunai itu kemudian dikumpulkan oleh Fitria. Fitria ialah Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti sekaligus adalah orang kepercayaan Adil.
Setelah terkumpul, uang tersebut digunakan untuk kepentingan Adil di antaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonannya untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau di tahun 2024.
Kasus kedua, terkait penerimaan fee jasa travel umrah. Pada sekitar bulan Desember 2022, Adil menerima uang sejumlah sekitar Rp 1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah melalui Fitria.
Selain menjadi orang kepercayaan Adil, Fitria juga disebut KPK sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah.
Uang diberikan karena diduga Adil memenangkan PT Tanur Muthmainnah dalam proyek pemberangkatan umrah bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Alex menjelaskan, PT Tanur Muthmainnah mempunyai program setiap 5 takmir yang diberangkatkan umrah, maka akan menggratiskan satu orang takmir ikut berangkat.
Namun ternyata, biaya gratis itu justru dibebankan ke APBD oleh Adil dan Fitria. Dan dana yang terkumpul Rp 1,4 miliar masuk ke kantong Adil.
Dari pemeriksaan awal, penyidik menemukan dugaan bahwa Adil menerima uang korupsi hingga Rp 26,1 miliar dari sejumlah pihak.
Dalam dua kasus tersebut, Adil dijerat sebagai pihak penerima suap. Ia dijerat Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Kasus ketiga, terkait suap pemeriksaan laporan keuangan Pemkab Meranti. Adil dan Fitria diduga sebagai pihak pemberi suap.
Keduanya diduga bersama-sama menyuap M. Fahmi Aressa selaku pemeriksa muda BPK perwakilan Riau sebesar Rp 1,1 miliar.
Dalam kasus ini, Adil dan Fitria dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara Fahmi dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan UU Tipikor.