Sejumlah warga yang lahannya masuk kawasan IKN Nusantara Kalimantan Timur (Kaltim) meluapkan kekecewaannya lantaran ganti rugi lahan tak sesuai dengan yang diharapkan.
Pembangunan IKN Nusantara di Kaltim yang digaungkan Pemerintah menyisakan kisah sedih bagi warga Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) yang lahannya masuk wilayah IKN.
Ganti rugi lahan dinilai tak transparan hingga warga yang lahannya masuk kawasan IKN Nusantara merasa terpaksa menyerahkan lahannya kepada Pemerintah.
Sibukdin, warga Kelurahan Sepaku, dekat Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara mengaku mempunyai lahan setengah hektar yang telah dibebaskan pemerintah.
Hanya saja sampai saat ini, dia tidak mengetahui pasti harga ganti rugi per meter atas lahannya itu.
"Saya terima duit sekitar di atas Rp 300-an juta. Cuma saya enggak tahu harga per meternya berapa. Karena dihitung global aja sama tanamannya," ungkap dia saat dihubungi, Minggu (12/2/2023).
Sibukdin mengaku tidak mendapat informasi standar harga pasti untuk bangunan dan tanaman yang ada di lahannya.
Dia mengaku menerima uang itu dalam bentuk gelondongan dengan besaran yang telah ditentukan pemerintah.
"Jadi kami enggak tahu patokan harganya. Oh ini pohon kopi sekian, pohon aren sekian, pohon sawit sekian, secara global aja," kata dia.
Saat petugas memberi nilai atas lahan, tanam tumbuh dan bangunan tidak diumumkan secara luas ke masyarakat. Informasi itu hanya diterima oleh pemilik lahan.
"Jadi warga yang terima ganti rugi itu terima amplop masing-masing. Tidak diumumkan ke publik pun waktu kita musyawarah," kata dia.
"Di amplop itu sudah ditulis, si A punya Rp 50 juta, si B punya Rp 20 juta. Jadi enggak transparan," sambung dia.
Sibukdin mengaku menerima uang ganti itu dengan terpaksa. Karena tak punya pilihan. Jika dia tak setuju, uang tersebut bakal dititipkan di Pengadilan.
Total uang yang diterima Sibukdin, tidak cukup lagi membeli lahan baru di kawasan Sepaku dengan ukuran sama, setengah hektar. Sebab, harga per meternya sudah di atas Rp 2-3 jutaan.
"Kalau kita tidak setuju dihadapkan dengan hukum. Kata petugasnya, 'kalau bapak tidak terima (duit), semua berkas dan uang Bapak ini kami serahkan ke Pengadilan. Jadi kami menerima itu bukan dengan senang hati, tapi terpaksa," keluh dia.
Sibukdin menjelaskan, selama mengikuti pertemuan dari tingkat kelurahan hingga kecamatan, tidak pernah mendengar pemaparan soal harga satuan ganti rugi. Begitu juga dengan pilihan ganti rugi.
"Masyarakat tahunya ganti rugi ya duit," kata dia.
Padahal, Pasal 76 (1) Peraturan Pemerintah (PP) 19/2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, bentuk ganti beragam.
Bisa berupa uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Kini Sibukdin tak bisa lagi memiliki lahan setengah hektar peninggalan ayahnya itu.
Lahan itu sudah digunakan pembangunan Intake Sepaku, penyuplai air bersih ke IKN.
Proyek yang dikerjakan Kementerian PUPR sejak Oktober 2021 memiliki lebar 117,2 meter dan tinggi bendung 2,3 meter dengan kapasitas air 3.000 liter per detik.
Merasa Ditodong
Bagi warga sekitar yang lahannya masuk kawasan IKN Nusantara, ganti rugi lahan yang diterima warga tersebut tak cukup untuk membeli lahan baru karena harganya sudah meroket.
Salah satu warga, Dahlia, mengaku mendapat informasi bahwa nilai ganti rugi lahan hanya berkisar Rp 115.000 sampai Rp 300.000 per meter.
Luas lahan milik Dahlia yang berukuran 15 meterx48 meter masuk kawasan KIPP di lokasi Desa Bumi Harapan.
“Nilai segitu (harga ganti rugi) enggak cukup kami beli lahan baru di Sepaku yang harga sudah melonjak per meternya sudah Rp 3,4 juta,” kata dia saat dihubungi, Jumat (10/2/2023).
Lahan milik Dahlia sudah diukur petugas sejak akhir tahun lalu. Namun, hingga kini dirinya belum mendapat kepastian nilai ganti ruginya.
“Kami belum dapat informasi pasti. Harga itu hanya beredar dari grup WhatsApp warga yang terdampak KIPP. Kalau memang harga segitu, kami tidak terima, terlalu kecil,” ungkap dia.
Meski demikian, kata Dahlia, beberapa warga sudah dipanggil ke Balikpapan, kemudian diuruskan pembukaan rekening baru, lalu uang ganti rugi itu ditransfer melalui rekening tersebut.
“Kalau ada warga yang enggak mau, uangnya dititipkan di Pengadilan. Kami seperti ditodong,” pungkas Dahlia.
Hal yang sama juga dikeluhkan warga lain, Agusariyani. Lahan Agusariyani seluas 29 meterx70 meter berlokasi di pinggir jalan Desa Bumi Harapan.
“Sudah diukur sejak Desember tahun lalu, tapi sampai sekarang kami belum kepastian harga ganti rugi,” ungkap dia.
Agusariyani mengaku, saat pengukuran, petugas ukur tidak memberitahu nilai ganti rugi beserta tanam tumbuhnya.
Hanya diberitahukan mengenai jumlah tanam tumbuh dan luas lahannya yang bakal dibebaskan pemerintah.
“Kami dapat informasi ya dari grup WhatsApp (KIPP) itu saja. Di situ ada RT, lurah, dan camat,” kata dia.
Warga Desa Bumi Harapan ini berharap pemerintah bisa memberikan harga ganti rugi yang pantas agar warga bisa membeli lahan baru untuk tetap bertahan di Sepaku.
Tanggapan Camat Sepaku
Camat Sepaku Waluyo mengaku belum menerima keluhan warga terkait harga ganti rugi tersebut.
Dia mengaku tak tahu karena baru menjabat sebagai camat.
“Saya baru jabat camat ini belum sebulan. Saya belum dampingi warga pembebasan lahan, jadi saya enggak tahu harga ganti ruginya,” kata dia.
Sebagai informasi, tahap pertama pembangunan IKN pemerintah memprioritaskan pembebasan lahan untuk KIPP seluas 6.671 hektar.
Di tempat ini, Kementerian PUPR juga akan membangun infrastruktur dasar. Dari keseluruhan luas lahan tersebut, sebagian masuk lahan warga sehingga perlu dibebaskan.
Jawaban KSP Moeldoko
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menganggap uang penggantian untuk lahan masyarakat yang menjadi kawasan IKN Nusantara sudah sesuai karena penetapannya melalui tim aprasial.
Jawaban KSP Moeldoko ini disampaikan menanggapi keluhan masyarakat Sepaku terkait penetapan harga tanah yang dianggap terlalu rendah.
Masyarakat sendiri sebenarnya sudah menyampaikan keluhan tersebut kepad aKSP Moeldoko dalam kunjungan ke Kaltim beberapa waktu lalu.
Kata Moeldoko, penetapan harga tanah telah melalui kajian dari tim independen atau tim appraisal, sehingga dipastikan harga yang di patok semata karena berhubungan dengan kepentingan IKN.
“Ada tim appraisal itu yang harus menjadi referensi, ini tim independen dan tidak punya kepentingan apapun,” ungkapnya Minggu (12/2/2023).
Moeldoko juga menjelaskan bahwa harga tanah yang ditetapkan itu sudah cukup tinggi, karena adanya proyek ibu kota baru ini.
Kata dia, jika tidak ada IKN maka harga tanah di wilayah itu, tidak akan diberi harga yang sama dengan saat ini, terlebih dulunya kawasan itu cukup terisolasi.
“Tanah ini dulunya terisolasi, harganya cuma 10 perak begitu ada jalan dibangun harganya menjadi 100 perak, jangan minta seribu perak, gak fear dong,” sambungnya.
Untuk itu ia juga meminta agar masyarakat tidak memanfaatkan situasi dengan meminta harga yang tidak wajar, yang berujung menghambat pembangunan ibu kota baru.
“Tanah masyarakat itu mahal karena ada IKN, jangan karena mentang-mentang ada IKN memanfaatkan situasi,” ujarnya.
Dengan pembangunan IKN kata Moeldoko, akan memunculkan kawasan baru, yang memiliki pertumbuhan infrastruktur yang memadai, dan juga bisa menjadi faktor pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar.
“Harapannnya IKN akan memunculkan kawasan baru yang memiliki pertumbuhan yang harapannnya ikn akan memunculkan kawsan baru yang memiliki pertumbuhan yang barubaru,” pungkasnya.
Sebelumnya diketahui, tanah masyarakat yang akan dibebaskan yakni seluas 817,9 hektar. Letaknya berada di Desa Bumi Harapan dan Desa Bukit Raya.
Pembebasan akan dilakukan secara bertahap. Untuk tahap pertama dibebaskan seluas 345,82 hektar.