Dinamika penjajakan koalisi menuju Pilpres 2024 saat ini diwarnai dengan kemunculan wacana Koalisi Besar.
Poros itu berpotensi dibangun Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menganalisa wacana Koalisi Besar berpeluang terwujud setelah ngumpulnya lima ketum partai politik pendukung pemerintah di kantor DPP PAN, Minggu kemarin.
Jamiluddin menilai kehadiran Ketum Gerindra Prabowo Subianto, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PAN Zulkifli Hasan, Plt Ketum PPP Mardiono, dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin memperlihatkan manuver keinginan terbentuknya Koalisi Besar.
Bagi dia, keberadaan Presiden Jokowi di tengah ngumpulnya lima ketum partai itu juga ditafsirkan punya makna khusus.
Kemenkeu, Takut Zaman Jahiliyahnya Terbongkar!
a menangkap Jokowi beri respons baik soal wacana Koalisi Besar.
Tapi, ia menekankan jika pun terbentuk, menurutnya Koalisi Besar punya plus minus. Dengan catatan, Koalisi Besar ini berpotensi mengandeng PDI Perjuangan (PDIP).
Lalu, Koalisi Besar ini punya lawan yang kemungkinan bisa Koalisi Perubahan.
“Plusnya, pasangan capres yang diusung berpeluang hanya dua. Kalau hal ini terwujud, maka Pilpres 2024 cukup satu putaran,” ujar Jamiluddin, dalam keterangannya, Senin, 3 April 2023.
Dia mengatakan jika Pilpres 2024 hanya satu putaran maka akan dapat menghemat anggaran. Ia menekankan kondisi tersebut pas di tengah APBN yang relatif berat.
“Minusnya, dengan hanya dua pasangan, rakyat tidak banyak diberi alternatif pilihan. Padahal, idealnya demokrasi diharapkan memberi lebih banyak pilihan,” lanjut Jamiluddin.
Pun, dia memprediksi jika hanya dua pasangan maka keterbelahan akan semakin menguat di tengah masyarakat.
Padahal keterbelahan akibat Pilpres 2019 masih menguat yang membuat masyarakat terbelah secara dikotomis.
“Minus lainnya, bila koalisi besar menang pada Pilpres 2024, maka dominasi partai pendukung pemerintah sangat kuat. Hal ini dapat memperlemah DPR dalam pengawasan, seperti yang terjadi saat ini,” jelas Jamiluddin.
Namun, jika yang menang dari poros Koalisi Perubahan maka DPR berpeluang sangat kuat.
Sebab, Koalisi besar yang kalah akan mendominasi DPR dan bisa terus mengganggu pemerintah.
“Pemerintah akan terus jadi bulan-bulanan, sehingga sulit bekerja maksimal karena minimnya dukungan dari DPR,” tutur Jamiluddin.
Tak Libatkan PDIP
Bagi dia, baiknya Koalisi Besar jika terealisasi maka diharapkan tak melibatkan PDIP.
Sebab, tanpa PDIP, maka persaingan 2024 nanti bisa tiga pasangan capres yang maju.
“Dengan begitu, akan ada pasangan capres dari Koalisi Besar, PDIP, dan Koalisi Perubahan. Pilihan ini diharapkan dapat meminimalkan keterbelahan di tengah masyarakat,” ujar Jamiluddin.
Menurut dia, dengan tiga poris maka peluang dominasi di DPR juga dapat diminimalkan.
Selain itu, bisa memberi ruang pasangan capres yng menang untuk bekerja lebih maksimal.
Lebih lanjut, Jamiluddin menambahkan tanpa Megawati dan PDIP maka Koalisi Besar tak ada yang dominan.
“Hal itu akan membuat partai yang tergabung dalam Koalisi Besar lebih saling menghormati,” tutur Jamiluddin.
Jamiluddin mengatakan sebaiknya poros Koalisi Besar memang tanpa PDIP agar pasangan capres yang maju lebih dari dua.
Ia mengatakan demikian, karena status PDIP yang bisa mengusung pasangan capres dan cawapres tanpa perlu berkoalisi dengan parpol lain.
Dia memprediksi jika PDIP sendirian tanpa berkoalisi maka bisa saja kemungkinan mengusung dua kadernya berduet yaitu Ganjar Pranowo dan Puan Maharani.
“Sebaiknya begitu, agar pasangan capres yang maju lebih dari dua. Dengan begitu, rakyat disuguhi pasangan capres yang lebih bervariasi. Kalau PDIP sendiri, ada kemungkinan akan usung Puan-Ganjar,” sebutnya.