Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) mendukung sikap BKMT (Badan Kontak Majlis Taklim) se-Indonesia, PP Muslimat NU, dan Majelis Tabligh PP Muhammadiyah yang mengkritik pernyataan Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri bahwa ada keterkaitan antara para ibu pergi ke pengajian dengan tingginya stunting di Indonesia.
Mantan Ketua MPR ini pun secara langsung menerima aspirasi ibu-ibu pengajian dari berbagai majelis taklim yang menolak pernyataan tersebut.
Menurutnya, kegiatan pengajian atau majelis taklim yang diikuti kaum ibu ini justru merupakan kegiatan bermanfaat untuk kaum Ibu dan anak-anak mereka.
Karena selain mengajarkan ajaran Islam, juga berisi imbauan bagaimana mengamalkan ajaran Islam yang menekankan pentingnya kesehatan rohani dan jasmani, termasuk menjaga diri dan kesehatan anak.
“Ajaran Islam yang diberikan di pengajian juga terkait dengan soal kebersihan dan kesehatan sebagai bagian daripada iman, pentingnya keluarga sakinah mawaddah wa rahmah yang pasti memerlukan hadirnya kesehatan keluarga termasuk anak-anak, hingga ayat dan Hadits soal perhatian terhadap kemaslahatan diri, keluarga dan masyarakat,” kata Hidayat di depan ibu pengajian Daruquthni Tebet, Jakarta Selatan, dikutip Kamis (23/2/2023).
”Itu semua menjadi ajaran di pengajian yang bisa jadi inspirasi dan motivasi bagi para Ibu-Ibu untuk memperhatikan rumah tangga mereka, termasuk kesehatan anak-anak agar tidak terkena stunting. Dan selama ini juga tidak ada data resmi maupun survei valid yang terpublikasi bahwa anak-anak menjadi stunting karena ditinggal ibu aktif ke pengajian,” sambungnya.
Dikatakannya, pengajian yang diikuti para ibu juga fleksibel, mereka bahkan boleh membawa anak-anak, dan jadwal pengajian juga tidak setiap hari dengan waktu yang berkepanjangan sehingga menelantarkan anak-anak sampai menjadi stunting.
Pengajian yang diikuti para ibu itu ada yang digelar mingguan, bahkan ada yang bulanan, waktunya pun tidak lama.
“Itu pun ada ‘tawaqqufan’ dimana pengajian kaum Ibu ‘diliburkan’ selama dua setengah bulan dari awal Sya’ban hingga pertengahan bulan Syawal. Sehingga makin tidak relevan mengaitkan aktifnya Ibu-Ibu ke pengajian dengan stunting,” imbuhnya.
Selama dua hari terakhir, legislator yang bermitra dengan Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) ini telah diundang untuk bertemu langsung setidaknya dengan 3 kelompok ibu-ibu yang aktif di pengajian dan kegiatan sosial.
“Yakni Majelis Taklim Kaum Ibu Al Anwar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Ikatan Guru Raudatul Athfal Jagakarsa, dan Ibu-Ibu Ustadzah pengelola Majelis-Majelis Taklim di Tebet, Jakarta Selatan. Ibu-Ibu Pengajian di akar rumput itu semuanya menyampaikan penolakan atas pelabelan negatif yang disematkan oleh Bu Megawati pada sambutannya di acara Seminar Pancasila, Kamis (16/2),” ungkapnya.
Dengan masifnya penolakan, khususnya dari sejumlah kelompok majelis taklim, HNW meminta agar Megawati semestinya menarik pernyataannya tersebur dan berlaku bijak dengan mengapresiasi kaum ibu pengajian yang tetap memperhatikan anak-anaknya.
“Oleh karena itu sudah sewajarnya bila Ibu Megawati menarik pernyataannya itu, dan berlaku bijak dengan mengapresiasi kaum Ibu yang suka ke pengajian dan tetap memperhatikan kesehatan anak, serta mengajak Ibu-Ibu Pengajian untuk membantu Pemerintah menyehatkan masyarakat mengatasi masalah stunting pada anak-anak,” tuturnya.
Apalagi kata dia PP Aisyiyah, salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia yang mengurusi perempuan, malah sudah menjadikan pencegahan stunting sebagai hal yang sejak awal sangat dipedulikan, dipentingkan dan diprogramkan.
Sementara ormas-ormas Islam yang mengurusi pengajian kaum Ibu seperti BKMT dan yang lainnya juga mempunyai jaringan yang sangat luas di seluruh Indonesia.
Wakil Ketua MPR RI ini turut mengingatkan, aktivitas para ibu pengajian seperti diterangkan di atas, tidak layak dituding sebagai penyebab stunting.
Karena sudah umum diketahui bahwa stunting terjadi utamanya karena kemiskinan, dan sesuai ketentuan Konstitusi soal mengatasi masalah kemiskinan yang antara lain mengakibatkan terjadinya stunting adalah merupakan kewajiban pemerintah bukan kewajiban ibu-ibu di pengajian.
“Mestinya Pemerintah dan pimpinan negara dan tokoh Nasional seperti Bu Megawati, mengajak seluruh pihak termasuk Majelis Taklim dan Ibu-Ibu pengajian untuk berkolaborasi dan berpartisipasi untuk atasi masalah stunting, agar target Pemerintah bisa dipenuhi. Itu tentu lebih rasional, dan lebih produktif, ketimbang malah melontarkan pernyataan yang menjadi framing negatif yang bisa membuat para agen pencegah stunting termasuk kaum Ibu yang suka mengaji, menjadi tidak simpati atau bahkan antipati,” jelasnya.
Menurutnya, BPIP seharusnya mengembangkan pemahaman dan pengamalan semua sila Pancasila secara serius, jujur, baik dan benar.
Serta mendesak pemerintah segera melaksanakan amanat konstitusi terkait stunting dan perlindungan amak ini.
“Dan akan lebih baik jika Bu Mega justru berlaku konstruktif dengan tidak menyalah-pahami Ibu-Ibu yang aktif ke pengajian, tapi lebih bijak juga bila mengajak Ibu-Ibu yang aktif di pengajian dan majelis taklim untuk makin berkontribusi positif, membantu Pemerintah selamatkan anak-anak Indonesia dari stunting dan lainnya,” pungkasnya